Jumat, 02 Desember 2016

Motivasi belajar dalam Al qur'an (kel.6)


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji Syukur kami panjatkan Kepada Allah SWT yang telah memberikan pertolongan dan petunjuk-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dari pihak-pihak yang membaca makalah ini kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan pengetahuan untuk para pembaca.

Wonosobo, 2 November 2016

Penulis












BAB II
PEMBAHASAN

Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 1986: 75).
Sedang motivasi pendidikan adalah dorongan yang tidak hanya diberikan kepada siswa/peserta didik, melainkan juga bisa menggerakkan hati serta naluri pendidik. Dan dalam Al-Quran meski tidak dijelaskan secara tekstual mengenai hal belajar akan tetapi apabila kita mengkajinya lebih dalam dan lebih terperinci kita akan menemukan banyak hal yang berhubungan dengan motivasi pendidikan, dan beberapa ayat Al-Quran yang mungkin sedikit banyak diperjelas diantaranya adalah sebagai berikut :

Penafsiran QS. Al-Anam : 50

قُل لَّآ أَقُولُ لَكُمۡ عِندِي خَزَآئِنُ ٱللَّهِ وَلَآ أَعۡلَمُ ٱلۡغَيۡبَ وَلَآ أَقُولُ لَكُمۡ إِنِّي مَلَكٌۖ إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّۚ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِيرُۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ ٥٠

Artinya :
“Katakanlah, Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku adalah malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah, Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Maka apakah kalian tidak memikirkan(nya)?

Kosakata  (المترادفات)
خَزَائِنُ جمن خزانة   : Penyimpanan (perbendaharaan)
استوى – يَسْتَوِي     : Sama (menyerupai)
الْأَعْمَىٰ : Buta (blind)
الْبَصِير  : Melihat

Korelasi
Terdapat korelasi pada ayat setelahnya, dimana berangkat dari seruan Allah kepada Nabi Muhammad untuk memberikan peringatan, kepada para kaum yang takut akan dihimpunkan atau dihadapkan kepada tuhannya, sehingga mereka menganggap bahwa Nabi lah yang mengatur segala yang ada dilangit dan bumi, malaikat, ataupun mengetahui hal-hal yang ghaib.
۞أَفَمَن يَعۡلَمُ أَنَّمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَ ٱلۡحَقُّ كَمَنۡ هُوَ أَعۡمَىٰٓۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ١٩
Dan QS. Al-An’am ayat 50 berkolerasi dengan QS. Ar-Ra’ad ayat 19 dimana dalam surat tersebut menjelaskan bagaimana tentang orang-orang yang mendapat petunjuk dan orang-orang yang sesat tentu tidak sama. Apakah orang yang mengerti kebenaran ajaran yang diturunkan Allah {Tuhan yang memelihara dan memilihmu, Muhammad, untuk menyampaikan pesan-pesan suci-Nya} sama dengan orang yang tersesat dari kebenaran, hingga menjadi seperti orang buta yang tidak dapat melihat? Tidak ada yang dapat mengerti kebenaran dan merenungkan kebesaran Allah selain orang yang berakal dan berfikir.

Penafsiran Ayat
قل
Katakanlah (wahai Muhammad);
Dalam ayat ini, Allah mengarahkan Nabi Muhammad untuk memberi tahu kepada manusia dan Nabi Muhammad dengan spesifik memberitahukan kepada manusia tentang apa yang akan disampaikan. Oleh karena itu, hendaklah kita memperhatikan dengan baik dengan apa yang hendak disampaikan.Ada tiga perkara yang perlu disampaikan oleh Nabi.
لااَقُوْلُ لَكُمْ
“Aku tidak mengatakan kepada kamu
Nabi diutus untuk menjelaskan pemahaman manusia tentang dirinya. Supaya jelas siapakah Nabi Muhammad itu. Ini penting karena banyak salah faham dalam masyarakat sekarang yang merasakan Nabi Muhammad itu bukan manusia biasa. Mereka yang berkata demikian itu tidak bisa saja membawa dalil, tapi hanya sangkaan-sangkaan manusia saja. Mereka sebenarnya menolak dalil ayat Quran ini.

عِنْدِيْ خَزَائِنُ
Perbendaharaan Allah ada padaku       
Nabi diutus untuk mengatakan bahwa beliau tidak mempunyai perbendaharaan Allah untuk diberikan sedikitpun kepada manusia. Perbendaharaan itu bolehlah diandaikan sebagai satu tempat yang diletakkan rezeki di dalamnya. Nabi juga tidak memegang  kunci atas perbendaharaan itu. Beliau sama dengan manusia biasa yang lain. Bukan tugas Nabi untuk memberi rezeki kepada manusia. Bahkan Nabi juga memerlukan rezeki dari Allah. Oleh Sebab itu, kita pun pernah mendengar kisah bagaimana dapur Nabi berbulan-bulan tidak berasap. Beliau pun ada masanya mengikat perut karena kelaparan. Jikalau beliau  memiliki pintu rezeki, tentulah Nabi tidak akan ada masalah kelaparan dan sebagainya. Maka dari itu apabila kita memerlukan sesuatu, bukan kita meminta sesuatu itu kepada Nabi kerana Nabi juga mengharap kepada Allah.

وَلاَاَعْلَمُ الْغَيْبَ

Dan aku tidak mengetahui perkara-perkara yang ghaib.
Jikalau nabi seorang manusia yang paling mulia pun tidak tahu tentang perkara ghaib,  lalu bagaimana dengan manusia biasa yang lebih rendah kedudukannya daripada Nabi? Tentulah mereka tidak tahu. Maka jangan kita bertanya tentang perkara ghaib kepada sesama manusia. Misalnya seorang peramal yang mengetahui perkara ghaib dan bisa meramal itu sangatlah salah besar. Dan telah berlaku musyrik jika kita percaya kepadanya.
Apakah yang dimaksudkan dengan ghaib?:
Berita masa depan; apa yang akan berlaku esok, lusa dan sebagainya.
Cerita yang sudah berlalu.  Jangankan  masa depan,  yang telah  berlalu pun kita tidak tahu dengan pasti. Kalau kita tahu pun sesuatu yang berlaku dahulu, itu bukanlah sesuatu yang benar-benar berlaku.
Perkara ghaib alam roh, alam malaikat, syurga, neraka dan sebagainya.

مَلَك إِنِّي لَكُمْ أَقُولُ وَلَا
Dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku adalah malaikat
Nabi Muhammad diutus memberitahu bahwa beliau tidak memiliki  sifat-sifat malaikat. Nabi  bersifat manusia. Tidak sama dengan malaikat karena mereka mempunyai sifat-sifat  tersendiri. Mereka mempunyai sifat-sifat istimewa yang  diberikan oleh Allah. Dalam ayat ini, Nabi Muhammad diutus untuk  memberitahukan kepada manusia bahwa beliau  adalah seorang manusia dan hanya mempunyai sifat-sifat manusia saja.
Sifat Nabi Muhammad adalah sama dengan sifat manusia yang lain. Nabi memiliki  nafsu, malaikat tidak memilikinya. Kalau manusia memiliki sifat pelupa, Nabi juga memiliki sifat lupa.

إِلَيّ يُوحَىٰ مَا إِلَّا أَتَّبِعُ إِنْ
Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Oleh karena itu, Allah berfirman Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku. Nabi hanyalah manusia biasa yang diberi wahyu oleh Allah, dan beliau menjalankan apa yang diwahyukan kepadanya, serta tidak pernah melampauinya atau berpaling (dari wahyu tersebut) walau hanya sejengkal. 
يَسْتَوِي هَلْ قُلْ اْلاَعْمى وَالْبَصِيرُ
’Katakanlah,‘Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?’
"Katakan pula, wahai Nabi, "Apakah sama orang yang tersesat dan yang mendapat petunjuk dalam mengetahui kebenaran- kebenaran ini? (orang yang buta) orang kafir (dengan orang yang melihat?") orang yang beriman, tentu saja tidak.
تَتَفَكَّرُونَ أَفَلَا
Maka apakah kalian tidak memikirkan(nya)?
(Maka apakah kamu tidak memikirkan) tentang hal itu, kemudian kamu beriman. Apakah pantas kalian berpaling dari petunjuk yang aku bawa kepada kalian, hingga tidak merenungkannya dengan akal pikiran supaya menjadi jelas kebenaran itu bagi kalian?" Sehingga kamu dapat memposisikan sesuatu pada tempatnya.
Dan mengetahui mana yang harus dikerjakan dan ditinggalkan.

Kesimpulan Ayat
Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya apa yang telah difirmankan oleh Allah SWT didalam Al-Quran banyak mengandung unsur pendidikan, telah dijelaskan apabila orang kafir dengan orang yang beriman diumpamakan dengan orang yang buta dengan orang yang bisa melihat.
Dari situ hendaklah menusia itu berfikir kembali bagaimana seharusnya seorang hamba itu hidup dibawah naungan benih-benih pendidikan dan agama yang baik. Supaya kita dapat mengetahui dan merenungkan segala sesuatu yang salah dengan akal pikiran, sehingga kita bisa memposisikan sesuatu pada tempatnya masing-masing.
Kurangnya semangat belajar atau pendidikan saat ini haruslah ditinjau kembali bagaimana pentingnya seseorang itu menuntut ilmu. Karena dari sanalah ia akan mampu mengenali segala sesuatu yang baik ataupun buruk.
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa antara orang orang yang beriman dan yang tidak beriman sangatlah berbeda.
Orang-orang tersebut diperumpamakan bagaikan orang buta dan orang yang bisa melihat.
Orang-orang yang berakal lah yang akan selalu menganalisa apa yang telah Allah wahyukan dan berikan. Jadi orang yang selalu menanyakan sesuatu, sedang pertanyaan tersebut tidak membutuhkan jawaban, sesungguhnya ia hanyalah orang-orang yang tidak mau berfikir.
Melihat begitu pentingnya pendidikan hingga bagaimana seseorang itu bisa terlihat dari segala apa yang ditanyakan atau dilakukannya.

Penafsiran Al-An’am : 160

مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَىٰٓ إِلَّا مِثۡلَهَا وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ١٦٠
160. Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)
Pengertian Umum
Di dalam surat ini Allah Subhanallah taala. telah menerangkan prinsip-prinsip iman dan menegakkan bukti-bukti atas kebenarannya. Juga membantah syubhat- syubhat yang dikeluarkan oleh orang-orang kafir. Kemudian pada sepuluh wasiat tersebut, Allah menyebutkan pula tentang prinsip-prinsip keutamaan dan tata kesopanan yang diperintahkan oleh Islam. Juga disebutkan kekejian-kekejian dan sifat-sifat rendah yang menjadi lawannya, yang dilarang oleh Islam.
Untuk itu Allah taala menerangkan pula di sini tentang pembalasan umum di akhirat kelak atas ke baik and kebaikan. Yaitu, iman, amal-amal saleh dan pembalasan atas keburukan-keburukan. Yaitu kekafiran dan segala perbuatan yang keji , baik yang tampak atau yang tidak tampak.
Penjelasan
Yang berbuat kebaikan Akan Mendapat sepuluh Kali pahala
مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ
Barang siapa datang kepada Tuhannya pada hari kiamat dengan membawa kelakuan yang baik, berupa ketaatan yang telah dia lakukan,  sedang hatinya tentram dengan keimanan, maka dia akan memperoleh di sisi Tuhan- nya sepuluh kebaikan semisalnya, dari anugerah Tuhan yang tiada terbatas.
Allah juga berjanji akan melipatgandakan sampai tujuh ratus kali pada firman-Nya
مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ
245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
Semuanya ini menunjukanadanya perbedaan sifat sifat kejiwaan yang berbuat kebajikan lainnya. menafkahkan hartanya dan orang orang yang berbuat kebaikan lainnya. Seperti keikhlasan dalam niat dan mengharap Allah, serta menutupi aib orang lain yang diberi dan menghindari nama lain sebagai baik dan menghindari keuntungan-keuntungan dan kepentingan-kepentingan pribadi maupun sifat sifat terrendah yang menjadi seperti riyal,menyukai kemasyhuran yang batil, menyebut-nyebut kenikmatan dan menyakiti hati orang lain.
Kandungan Nilai
Amal perbuatan yang kita lakukan selalu dipantau oleh Allah, setiap perbuatan baik akan dicatat dalam buku kebaikan dan digandkan pahalanya. Dan setiap perbuatan buruk akan dilipat gandakan pula dosanya. Dalam dunia pendidikan semua kegiatan yang baik akan mendapat jalan yang baik dan pahala yang berlipat ganda juga, seperti pahala seorang guru yang mengajarkan ilmu kepada muridnya tanpa pamrih.
Orang yang mengambil upah dari mengajarkan ilmu pendidikan baik ilmu umum maupun ilmu agama serta Al Quran adalah boleh karena hal tersebut merupakan hasil dari jerih payahnya. Mengenai masalah ini para ulama banyak yaag berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada yang tidak. Seperti imam Hanafi yang tidak membolehkan, kemudian imam Syafi`I, Maliki, Ibnu Hazm yang membolehkan, imam Hambali membolehkan ketika perbuatannya termasuk mashalih, dan mengharamkan ketika perbuatannya tergolong taqorrub.

Kesimpulannya, bahwa lipat sepuluh akan diberikan kepada setiap orang yang melakukan kebaikan. Sedang kelipatan-kelipatan yang lebih dari itu, berbeda-beda sesuai dengan kehendak Allah Taala berkaitan dengan keadaan- keadaan orang yang berbuat baik, yang Allah ketahui. Barang siapa yang mengeluarkan satu dirham dengan hati yang sedih atas hilangnya satu dirham itu, tentu tidak sama dengan orang yang m endermakannya dengan hal yang rida, dan gembira karena mendapatkan taufik dari Allah.
Sesungguhnya Allah Ta'ala mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan, Maka barang siapa  berniat melakukan suatu kebaikan, namun dia tidak mengamalkannya. Maka kebaikan itu itu dicatat oleh Allah untuknya pada sisi-nya sebagai satu kebaikan penuh. Dan bila berniat melakukan kebaikan, lalu ia mengamalkannya, maka kebaikan itu dicatat oleh Allah pada sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan sampai dengan tujuh ratus lipat sampai berkali-kali lipat yang banyak.dan barang siapa  berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengamalkannya, maka keburukan itu dicatat oleh Allah pada sisi-Nya untuk seseorang itu sebagai satu kebaikan  penuh. Dan jika ia berniat melakukan keburukan lalu dia mengamalkannya, maka keburukan itu dicatat oleh Allah sebagai satu keburukan.

Penafsiran QS. Az-Zumar : 9

أَمَّنۡ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ سَاجِدٗا وَقَآئِمٗا يَحۡذَرُ ٱلۡأٓخِرَةَ وَيَرۡجُواْ رَحۡمَةَ رَبِّهِۦۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٩
Artinya :
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Umar bahwa yang dimaksud dengan, ,,, الي أخره... قَانِتٌ هُوَ أَمَّنْ ([apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung] ataukah orang yang beribadah…) dalam ayat ini (az-Zumar: 9) ialah ucapan ‘Utsman bin ‘Affan (yang selalu bangun malam sujud kepada Allah swt.)Menurut riwayat Ibnu Sad dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu Abbas, orang yang dimaksud dalam ayat 9 adalah Ammar bin Yasir.Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ibnu Abbas, orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini adalah Ibnu Masud, Ammar bin Yasir, dan Salim, maulaa Abu Hudzaifah.
Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ikrimah, orang yang dimaksud dalam ayat 9 ini adalah Ammar bin Yasir.

Kosakata  (المترادفات)

هُوَ قَانِتٌ    : مطيع, خاضع, عابد الله تعالى (Taat, dan beribadah kepada Allah)
آنَاءَ اللَّيْلِ   : ساعته (waktunya bersujud dan berdiri dan mengharap rahmat)

Korelasi
Berangkat dari kalimat ‘Mereka ti dak sama...’ (orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya dengan orang musyrik). Disini dikolerasikan kepada QS Al-Imran: 113, yaitu seorang ahli kitab. Siapakah yang dimaksud ahli kitab disini?
۞لَيۡسُواْ سَوَآءٗۗ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ أُمَّةٞ قَآئِمَةٞ يَتۡلُونَ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ وَهُمۡ يَسۡجُدُونَ ١١٣
113. Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang)
Adalah orang-orang ahli kitab yang berperilaku lurus, konsekuen dengan ajarannya yang kemudian beriman dan membenarkan Nabi Muhammad SAW.

Penafsiran Ayat
وَقَائِمًا سَاجِدًا اللَّيْلِ آنَاءَ قَانِتٌ هُوَ أَمَّنْ
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
       Yakni dalam keadaan sujud dan berdirinya mereka berqunut. Karena itulah ada sebagian ulama yang berdalilkan ayat ini mengatakan bahwa qunut ialah khusyuk dalam solat bukanlah doa yang dibacakan dalam keadaan berdiri semata, yang pendapat ini diikuti oleh ulama lainnya. As-Sauri telah meriwayatkan dari Firas, dari Asy-Syabi, dari Masruq, dar ibnu Masud r.a, yang mengatakan bahwa al-qanit adalah orang yang selalu taat kepada Allah dan Rasulnya. Ibnu Abbas r.a, Al-Hasan, As-Sadi dan ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud ana-al lail yakni waktu-waktu tengah malam.
رَحْمَةَ وَيَرْجُو الْآخِرَةَ يَحْذَرُ رَبِّهِ
Sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Maksudnya, yaitu dalam ibadahnya ia takut dan sangat mengharap kepada Allah, juga hendaknya perasaan takut itu mendominasi sebagian besar pada masa hidupnya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya Sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. Dan apabila saat menjelang ajal hendaklah rasa harap lebih menguasai dirinya yang bersangkutan.
يَعْلَمُونَ لَا وَالَّذِينَ يَعْلَمُونَ ينَ الَّذِيَسْتَوِي هَلْ قُلْ
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Maksudnya, apakah orang yang demikian sama dengan orang yang sebelumnya yang menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah? Tentu saja tidak.
الْأَلْبَابِ ولُو أُ يَتَذَكَّرُ إِنَّمَا
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
       Yakni sesungguhnya yang mengetahui golongan ini dengan golongan sebelumnya adalah orang yang memiliki akal. (Hanya Allah lah yang mengetahui).

Kesimpulan Ayat
Ayat ini menerangkan perbedaan antara orang kafir dengan orang yang selalu taat menjalankan ibadah kepada Allah dan takut dengan siksa Akhirat yang selalu mengharapkan Rahmat (surga).Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mengEsakan Allah, mentaati semua perintah menjauhi larangan-Nya, yaitu Abu Bakar dan sahabatnya, dengan orang-orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan yaitu Abu Jahal dan sahabatnya.
Ayat di atas menunjukkan keutamaan ilmu daripada harta, karena orang yang mempunyai ilmu mengetahui kemanfaatan harta dan orang yang tidak berilmu tidak mengetahui kemanfaatan ilmu.
Dan yang sangat signifikan dari penjelasan ayat diatas adalah :
Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang bodoh.
Karena orang kafir bukan orang yang beriamn, maka mereka hanya menyia-nyiakan hidupnya untuk segala sesuatu yang tdiak berguna, sepintar apapun mereka akan tetapi kepintarannya tidak digunakan untuk sesuatu yang seharusnya dianjurkan oleh Allah swt, mereka hanyalah orang-orang yang merugi.

  Penafsiran QS. Al-Mujadalah : 11

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
11. Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Asbabun Nuzul
Ayat ini diturunkan pada waktu Rosulullah SAW ingin memuliakan sahabat ahli perang badar dari pada sahabat muhajirin dan anshor. Qatadah mengatakan  Ayat ini turun berkenaan dengan majelis-majelis dzikir. Yaitu, bahwa apabila mereka melihat salah seorang datang menuju tempat mereka, mereka mempersempit tempat duduk disamping Rasulullah SAW, kemudian Allah memerintahkan kepada mereka untuk melapangkan tempat duduk satu sama lain yaitu  ketika Rosulullah SAW duduk di tempat yang sempit beliau ingin memuliakan sahabat ahli badar, maka datanglah sahabat ahli badar tersebut saling berdesakan dan berdiri di hadapan beliau sambil menanti kelapangan majlis (tempat duduk), Rosulullah memerintahkan sahabat yang bukan ahli badar yang berada disampingnya untuk berdiri.

Kosakata  (المترادفات)

تَفَسَّحُوا :Maksudnya adalahتوسعوا   : saling meluaskan/mempersilahkan.
يَفْسَحِ :Allah akan melapangkan rahmat dan rizki bagi mereka.
فَانْشُزُوا  :Saling merendahkan hati untuk memberi kesempatan kepada setiap orang yang datang.
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ  : Allah akan mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.

Korelasi
Korelasi dengan QS. Al-Hujurat ayat 6 :
Kedua surat ini di awali dengan ءَامَنُوا الَّذِينَ يَاأَيُّهَا dimana keduanya ditunjukkan sebagai teguran untuk orang mu’min.
Dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 Allah memerintahkan kita untuk mengerjakan hal-hal yang membuat timbulnya rasa persahabatan. Misalnya melapangkan tempat untuk orang yang datang ke majelis, dan berpindah tempat untuk melapangkan tempat  apabila keadaan menghendaki. Apabila yang demikian itu kita laksanakan,  Allah akan meninggikan kedudukan kita di dalam surga dan menjadikan kita diantara orang-orang yang berbakti. Sedangkan dalam surat Al-Hujuraat ayat 6 menurut Imam Hanafi bahwa sanya keterangan (informasi) dari orang fasik tidak dapat kita jadikan sebagai saksi. Kedua surat ini sama-sama menghimbau kepada kita untuk memberikan kesempatan.
Sedangkan surat al-Isra 36 ini sebagai jawabah atas surat al-Hujuraat ayat 6 bahwa kita tidak boleh mengikuti suatu informasi yang kita belum tau jelas kebenarannya, perlu adanya kebenaran, ketelitian dan bukti untuk mempercayai suatu informasi.
Dimana adanya majelis ilmu atau talim adalah untuk saling terbuka dan menimba segala sesuatu tentang ilmu yang belum kita ketahui.

Penafsiran Ayat
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis"
       Lapangkan atau luaskanlah tempat duduk dalam majelis, agar orang lain yang baru datang bisa menduduki tempat tersebut (berbagi).
فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ

Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah
       Maka lapangkanlah karena barang siapa yang menanam maka ia akan memanen. Banyak sekali pemberian pahala dengan yang seperti ini. Itulah sebabnya allah berfirman Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu abbas dan yang ain bahwa mereka menafsirkan firman Allah SWT Apabila dikatakan kepadamu, Berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dengan majelis-majelis dipeperangan. Dan mereka mengatakan lagi arti firman Allah SWT., Dan apabila dikatakan berdirilah kamu, maka berdirilah yaitu bangkit untuk berperang.
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
       Maksudnya adalah bahwa Allah akan mengangkat orang mukmin yang melaksanakan segala perintahnya dengan memberikan kedudukan yang khusus, baik dari pahala maupun keadilan-Nya. Singkatnya bahwa setiap orang mukmin dianjurkanagar memberikan kelapangan kepada sesama kawannyaitu datang belakangan, atau apabila dianjurkan agar keluar meninggalkan majelis, maka segera tinggalkanlah tempat itu, dan jangan ada prasangka bahwa perintah tersebut akan menghilanhkan haknya. Melainkan merupakan kesempatan yang dapat menambah kedekatan pada Tuhannya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan yang dilakukan hambanya. Melainkan akan diberikan balasan yang setimpal di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui setiap perbuatan yang baik dan buruk yang dilakukan hamba-Nya, dan akan membalasnya amal tersebut. Orang yang baik akan di balas dengan kebaikan. Demikian pula orang yang berbuat buruk akan dibalas buruk atau diampuni-Nya.

Kesimpulan Ayat
Bagaimana dalam ayat yang telah dijelaskan diatas yang menyetarakan antara orang yang beriman dengan orang yang berilmu memiliki derajat yang sama. Peranan ilmu dalam Islam sangat penting sekali. Karena tanpa ilmu, maka seorang yang mengaku mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam keimanannnya. Seorang muslim wajib mempunyai ilmu untuk mengenal berbagai pengetahuan tentang Islam baik itu menyangkut aqidah, adab, ibadah, akhlak, muamalah, dan sebagainya. Dengan memiliki pengetahuan dan pemahaman ilmu yang benar, maka diharapkan pengamalannya akan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Motivasi pendidikan dalam ayat ini sangatlah jelas, karena diterangkan bahwa Peranan ilmu dalam Islam sangat penting sekali. Karena tanpa ilmu, maka seorang yang mengaku mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam keimanannnya”. Sedangkan barang siapa menuntut ilmu namun ia tidak beriman, sesungguhnya ia hanya menyia-nyiakan ilmu yang diperolehnya. 

Penafsiran QS. Al-Isra’ : 39

ذَٰلِكَ مِمَّآ أَوۡحَىٰٓ إِلَيۡكَ رَبُّكَ مِنَ ٱلۡحِكۡمَةِۗ وَلَا تَجۡعَلۡ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتُلۡقَىٰ فِي جَهَنَّمَ مَلُومٗا مَّدۡحُورًا ٣٩

Artinya :
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu, dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, (yang menyebabkan) kamu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam (dalam keadaan) tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).”

Kosakata  (المترادفات)
فَتُلْقَ     : Maka kamu dicampakkan.
مَلُوم     : Tercela.
مَّدْحُورًا : Terbuang.

Korelasi
Allah SWT telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian hikmah/tata krama (dalam pergaulan). Maka sepatutnyalah kita menerapkannya dalam kehidupan kita, sesuai dengan ajaran Allah SWT yang diterapkan oleh Nabi Muhammad dalam hidupnya. Yaitu pada (Q.S Al-Isra; 23-41).
Dimana semua didalamnya mengandung unsur tasyji atau motivasi pendidikan :
Agar kita tidak menyembah selain Allah
Berbakti kepada orang tua, dimana tasjyian atau motivator kita yang paling utama adalah karena orang tua, berkat beliaulah kita bisa melanjutkan jenjang pendidikan dimana seharusnya kita membalas budi kepada kedua orang tua kita dengan cara memberikan prestasi belajar kita atau hal lainnya.
Kita sebagai manusia tidak seharusnya bersikap sombong dan angkuh. Kita menuntut ilmu karena semata selalu menyadari akan kehausan ilmu/mengetahui kadar kebutuhan ilmu, dan diatas langit masih ada langit. Maka, belajar atau berpendidikan itu sangatlah penting untuk menjadikan kita pribadi yang lebih berakhlak atau beretika. 

Penafsiran Ayat
مِنَ رَبُّكَ إِلَيْكَ أَوْحَىٰ مِمَّا ذَٰلِكَ الْحِكْمَةِ
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu, Allah SWT, berfirman bahwa akhlak mulia ini (hikmah) yang kami perintahkan kepadamu dan sifat-sifat hina yang kami melarangmu melakukannya merupakan sebgian perkara yang kami wahyukan kepadamu, hai Muhammad, agar kamu memerintahkan atau memberitahukan perkara itu kepada manusia.

وَلا آ إِلَٰهًا اللَّهِ مَعَ تَجْعَلْ خَرَ  فَتُلْقَىٰ   فِي  جَهَنَّمَ
Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, (yang menyebabkan) kamu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam
       Janganlah kamu meyekutukan Allah, karena jika kamu melakukannya itulah yang menyebabkanmu dilempar kedalam neraka Jahnnam. Artinya, kelak nanti kamu akan mencela dirimu senidiri.
مَدْحُورًا مَلُومًا
tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)
Dan Allah beserta semua makhluk akan mencelamu dan dijauhkan kamu dari semua kebaikan. Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan yang dimaksud adalah dijauhkan atau dihindari dari Rahmat Allah khitab dalam ayat ini adaah memang ditujukan kepada Rasulullah SAW, tetapi makna yang dimaksud ialah untuk umatnya, mengingat Rasulullah SAW adalah seseorang yang dimasum dari segala dosa atau perbuatan hina.
Kesimpulan Ayat
Kolaborasi antara akhlak dan materi ilmu yang disampaikan dalam pengimplikasian di dunia pendidikan sangatlah penting, itulah mengapa penjelasan dalam ayat ini yaitu berupa hikmah, hikmah yang terkandung didalamnya adalah dimana seseorang itu dituntut memiliki akhlak yang baik, karena dengan begitu seseorang dapat diukur ilmunya melalu etika atau tingkah lakunya. Pendidikan yang baik adalah ketika praktek dan teori yang diberikan tersebut bisa sangat balance. Dan perpaduan pemberian talim dan juga tadib/tarbiyah. Pendidik dan peserta didik haruslah bekerja sama agar apa yang dituju dalam pendidikan dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan segala yang telah diterapkan.

























DAFTAR PUSTAKA

Al-Ashabuni. Shafwa Al-Tafasir. Dar Ihya Al-Turats Al-Arabi, Beirut 1998.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa.  Tafsir Al-Maraghi. CV Toha Putra, Semarang 1993
Ar-Rifai, Nasib Muhammad. Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2,3,4. Gema Insani Press, Jakarta 1999.
Shihab, Muhammad Qurays, Tafsir Al-Misbah Volume 6. Lentera Hati, Jakarta,  2000
Abdurrahman, Jalaluddin As-Suyuti, Asbabun Nuzul. Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiyah, Beirut  2002.
Nata, Abudin. Ilmu dan Pendidikan Islam. Gaya media Pratama, 2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar