Jumat, 02 Desember 2016

Kewajiban mengajar dalam Al qur'an ( kel.4 )

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berlimpah nikmat berupa kesehatan jasmani maupun rohani kepada Kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW.
Kami menyadari tersusunnya makalah ini bukanlah semata-mata hasil jerih payah kami sendiri, melainkan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, Kami menghaturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan menjadikan amal sholeh bagi semua pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin Ya Rabbalalamin.






BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Didalam kehidupan ini Allahlah yang menjadi pengajar yang pertama, yang mana untuk yang pertama kalinya Allah mengajar kepada Rosulullah melalui malaikat jibril. Kita manusia sebagai makhluk yang sempurna diberi beban serta tanggung jawab mengajar atau memberi pengetahuan kepada orang-orang disekitar kita terutama orang-orang terdekat kita yakni untuk membimbing mereka kepada arah yang lebih baik. Di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang kewajiban mengajar bagi orang-orang yang mampu mengajar kepada orang orang yang belum ataupun kurang mengetahui,.di antaranya Q.S. Al Mudatsir 1-7, Q.S. Asy Syuara 26: 214, Q.S. Al Imran 79, dan Q.S. Al Imran 104
Rumusan Masalah
Bagaimana penjelasan tentang kewajiban mengajar Q.S. Al Mudatsir 1-7?
Bagaimana penjelasan tentang kewajiban mengajar Q.S. Asy Syuara 26: 214?
Bagaimana penjelasan tentang kewajiban mengajar Q.S. Al Imran 79, dan Q.S. Al Imran 104?














BAB II
PEMBAHASAN
Kewajiban Mengajar Dalam Al Quran
Diwajibkan oleh Allah swt sebagai salah satu kegiatan dakwah yang mana mampu mengajak manusia kepada yang ma`ruf dan mencegah manusia dari hal yang munkar. Setelah turun ayat dalam surat Al-Alaq perintah belajar, wahyu Allah berikutnya perintah mengajar yaitu Allah menjelaskannya dalam beberapa surah Al-Quran diantaranya adalah:
QS. Al Mudatsir 1-7
Ayat QS. Al Mudatsir 1-7

يَاأَيُّهَا الْمُدَّثِّر(1) قُمْ  فَأَنْذِرْ(2ْوَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَفَاهْجُرْ (5)                                                                       فَاصْبِرْ(7)   وَلِرَبِّكَ
Artinya :
“Wahai yang berselimut. Bangkitlah dan berilah peringatan, Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan dosa maka tinggalkanlah. Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak. Dan hanya kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah”
Penjelasan Ayat QS. Al Mudatsir 1-7

يَاأَيُّهَا الْمُدَّثِّر(1)
`Wahai yang berselimut (Nabi Muhammad)
Kata الْمُدَّثِّرُ terambil dari kata yang berarti mengenakan yaitu sejenis kain yang diletakkan diatas baju yang dipakai dengan tujuan menghangatkan dan atau dipakai sewaktu berbaring tidur(selimut).
Dalam hal tersebut mengandung pemahaman kata “berselimut” dalam arti yang hakiki, bukan dalam arti kiasan seperti berselubung dengan pakaian kenabian, atau dengan akhlak yang mulia. Bila kalimat orang yang berselimut dikaitkan dengan hal yang lebih jauh dengan sebab turunnya ayat, maka arti yang ditunjuk oleh peristiwa adalah orang yang diselimuti, yang mana yang menyelimuti adalah istri beliau, Khodijah ra.

(فَأَنْذِرْ(2ْ قُمْ
Bangkitlah dan berilah peringatan
Kata قُمْ terambil dari kata yang mempunyai banyak bentuk. Secara umum, kata-kata yang dibentuk dari akar kata tersebut diartikan sebagai “melaksanakan sesuatu secara sempurna berbagai seginya.” Karena itu, perintah diatas menuntut kebangkitan yang sempurna, penuh semangat, dan percaya diri, sehingga yang diseru dalam hal ini Nabi Muhammad saw harus membuka selimut, menyingsingkan lengan baju untuk berjuang menghadapi kaum musyrikin.
Kata أَنْذِرْ berasal dari kata yang mempunyai banyak arti antara lain, sedikit, awal sesuatu dan janji untuk melaksanakan sesuatu bila terpenuhi syaratnya. Pada ayat di atas, kata ini biasa diterjemahkan peringatkanlah. Yang didefinisikan sebagai penyampaian yang mengandung unsure menakut-nakuti. Yang maan peringatan yang disampaikan itu merupakan sebagian kecil serta pandahuluan dari sesuatu hal yang besar dan berkepanjangan.
Adapun kata `peringatan` pada ayat ini, para ulama berbeda pendapat tentang objek yang diperingati karena ayat tersebut tidak menyebutkannya. Ada pula yang berpendapat bahwa pada dasarnya perintah disini belum ditunjukkan kepada siapapun. Yang penting adalah melakukan peringatan, kepada siapa saja. Adapun kandungan peringatan, berdasarkan petunjuk ayat ayat yang menggunakan redaksi yang sama dengan ayat ini, dapat kita katakan bahwasanya peringatan tersebut menyangkut siksa di hari kemudian.
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3)
Dan Tuhanmu agungkanlah.
Dan karena peringatan itu akan menimbulkan suatu kebencian dan gangguan dari yang diperingati, maka pada ayat ke 3 ini bahwa dan bersamaan dengan itu hanya Tuhan Pemelihara dan Pendidikmu, dan apapun yang terjadi maka agungkanlah.
Huruf فَ pada ayat diatas demikian juga ayat-ayat berikut sengaja dicantumkan, karena dalam kandungan redaksi ayat-ayat tersebut terdapat semacam sarat, yang oleh banyak ulama’ dinyatakan sebagai apapun yang terjadi dan yang semakna dengan nya.
Kata رَبَّك pada tersebut mendahului kata كَبِّر . hal tersebut untuk menggambarkan bahwa perintah takbir(mengagungkan) hendaknya hanya diperuntukkan bagi-Nya.
Ketika seorang mengucapkan takbir, pada hakikatnya ada dua hal yang seharusnya ia capai. Pertama pernyataan keluar menyangkut sikap batinnya tersebut. Kedua, mengatur sikap lahirnya sehingga disetiap langkahnya berada dalam kerangka makna kalimat tersebut. Dan dampak dari kedua hal ini adalah terhujamnya ke dalam jiwa rasa memiliki serta kesediaan mempertahankan hakikat yang diucapkannya itu disamping tertanamnya kesadaran akan kecil dan remehnya segala sesuatu selainNya.
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4)
Dan pakaianmu bersihkanlah
Dan ayat keempat ini adalah ayat yang mengandung petunjuk yang diterima oleh Rasulullah saw dalam rangka melaksanakan tugas tabligh, setelah petunjuk pada ayat pertama dan ayat ketiga ditekankan keharusan mengkhususkan pengagungan (takbir) hanya kepada Allah swt. Ayat tersebut menyatakan: dan pakaianmu, bagaimanapun keadaanmu maka bersihkanlah.
Kalau dalam petunjuk pertama dan ayat ketiga ditekankan pembinaan jiwa dan sikap mental. Dalam ayat keempat ini yang ditekankan adalah penampilan lahiriyah demi menarik simpati mereka yang diberi peringatan dan bimbingan.
Kata ثِيَابَ adalah bentuk jamak dari kata/ pakaian. Disamping makna tersebut ia juga digunakan sebagai majas dengan makna antara lain: hati, jiwa, usaha, badan, budi pekerti keluarga dan istri.
Kata طَهِّر adalah bentuk perintah, dari kata طَهِّرْ yang berarti membersihkan dari kotoran. Kata ini juga dapat dipahami dalam arti majas yaitu menyucikan diri dari dosa atau pelanggaran. Hal ini menjadikan kedua kata tersebut menjadi makna yang hakiki karena memperhatikan konteks yang merupakan sebab nuzul ayat ini menjelaskan bahwa ketika turunnya, Nabi Muhammad bertekuk lutut dan terjatuh ke tanah (sehingga tentu mengakibatkan kotornya pakaian baliau) saat ketakutan melihat malaikat jibril.
وَالرُّجْزَفَاهْجُرْ (5)
Dan dosa maka tinggalkanlah
Petunjuk yang ketiga adalah dan dosa yakni menyembah berhala betapapun hebatnya atau banyaknya orang yang menyembahnya maka tinggalkanlah.
Kata الرُّجْزَ (dengan dhommah pada ro) atau الرُّجْزَ (dengan kasroh pada ro) keduanya merupakan cara yang benar untuk membaca ayat ini, ulama mengartikan dosa/ berhala. Kata فَاهْجُرْ   terambil dari kata هْجُرْ hajaro yang digunakan untuk menggambarkan “sikap meninggalkan sesuatu karena kebencian kepadanya” Dari akar kata ini dibentuk akat hijroh, karena nabi dan sahabatnya meninggalkan mekkah atas dasar ketidak senangan beliau terhadap perlakuan penduduk. Kata   hajiroh berarti tengah hari karena pada saat itu pemakai bahasa ini meninggalkan pekerjaannya akibat teriknya panas matahari yang tidak mereka senangi.
وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (6)
Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak.
Ayat ini merupakan petunjuk kelima dalam rangkaian petunjuk-petunjuk Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad demi suksesnya tugas-tugas dakwah.
Kata تَمْنُنْ terambil dari kata منن manana yang dari segi asal pengertianya berarti memutus atau memotong. Sesuatu yang rapuh, tali yang rapuh dinamai karena kerapuhannya menjadikan ia mudah putus. Pemberian yang banyak dinamai karena itu mengandung arti banyak sehingga seakan-akan ia tidak putus-putus. Makanan yang diturunkan kepada Bani Isroil dinamai karena ia turun dalam bentuk kepingan terpotong-potong. Sedangkan menyebut-nyebut pemberian dinamai karena ia memutuskan ganjaran yang sewajarnya diterima oleh pemberinya.

Dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa paling tidak 4 pendapat ulama tafsir tentang ayat ini:
Jangan merasa pesimis untuk memperoleh kebaikan yang banyak
Jangan memberikan sesuatu dengan tujuan mendapatkan yang lebih banyak.
Janganlah memberikan sesuatu dan menganggap bahwa apa yang engkau berikan itu banyak.
Jangan menganggap usahamu (berdakwah) sebagai anugerah kepada manusia, karena dengan demikian engkau akan memperoleh yang banyak. Perolehan yang banyak bukan bersumberdari manusia tapi tapi berupa ganjaran dari Allah.
Pendapat yang tepat untuk Ayat ini adalah yang ke4 yakni Allah meletakan beban tanggung jawab diatas pundak Nabi guna menyampaikan dakwahnya tanpa pamrih atau tidak menuntut suatu imbalan duniawi.
                                                                       فَاصْبِرْ(7)   وَلِرَبِّكَ
Dan hanya kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah.
Pada ayat ketujuh terdapat kalimat `fashbir` yakni mencakup perintah untuk bersabar. Kita kembali mempertanyakan apa yang dimaksud dengan kalimat `wa lirabbika` yang diterjemahkan dengan karena Tuhanmu saja. Kalimat ini menuntut kesabaran dilaksanakan oleh para Nabi saw semata mata karena Allah swt, bukan karena sesuatu yang lain. Misalnya diiming imingi dengan pencapaian target, dalam hal ini target keislaman umat manusia. Mengapa demikian? Karena kesabaran dalam perjuangan dapat memudar apabila hasil yang ditargetkan terlalu besar bila dibandingkan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki. Tetapi apabila yang menjadi tujuan adalah perjuangan itu sendiri terlepas dari apapun hasilnya- maka ia akan terus berlanjut, baik apa yang diharapkan itu tercapai atau tidak.






Q.S Asy Syu’ara 26: 214 (proses belajar mengajar)
Ayat Q.S Asy Syu’ara 26: 214
وَأَنْذِرْعَشِيرَ تَكَ الْأَقْرَبِينَ
Artinya:
Dan berilah peringatan kepada kerabat kerabatmu yang terdekat
Quraisyh Shihab : (2002 : 356) menjelaskan bahwa : menurut Ibnu Asyur, ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad saw. Kata `asyirah berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil dari kata Aasyaro yang berarti saling bergaul karena anggota suku yang terdekat atau keluarga adalah orang yang sehari hari saling bergaul.
Sedangkan kata al aqrabiin yang menyifati kata `asyirah merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka yang dekat.
Demikianlah ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah saw dan umatnya agar tidak mengenal pilih kasih atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti Nabi saw dan keluarga beliau tidak kebal hukum juga tidak lepas dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada Rasulullah saw, karena semua adalah hamba Allah swt tidak ada perbedaan antara keluarga atau orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, itu disebabkan keberhasilan mereka mendekat kepada Allah swt dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.
Asbabun nuzul ayat:
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat  وَأَنْذِرْعَشِيرَ تَكَ الْأَقْرَبِينْ  Rosulullah saw memulai dakwahnya kepada keluarga serumahnya, kemudian keluarga yang terdekat. Hal ini menyinggung perasaan kaum muslimin (merasa terabaikan) sehingga Allah menurunkan ayat selanjutnya (26:215) sebagai perintah untuk juga memperhatikan kaum muminin lainnya. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij.




Q.S. Al Imran 79
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ االلَّهُ لْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّا سِ كُونُواعِبَادً ا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا ربَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تدْرُسُونَ

Artinya : Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al Kitab, hukum dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia :`Hendaklah kamu menjadi penyembah penyembahku bukan penyembah Allah. Akan tetapi ia berkata : Hendaklah kamu menjadi orang orang rabbani karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya`.
Kata ثُمَّ yakni kemudian yang diletakkan antara uraian tentang anugerah –anugerah-Nya dan pernyataan bahwa mereka menyuruh orang untuk menyembah manusia. Kata kemudian itu untuk mengisyaratkan betapa jauh ucapan demikian dari sifat-sifat mereka, dan betapa ucapan tersebut tidak masuk akal.
Kata terambil dari kata yang memiliki aneka makna, antara lain pendidik dan pelindung. Jika kata ini berdiri sendiri, maka yang dimaksud tidak lain adalah Allah SWT.Jika kata ini ditambah huruf ya maka dinisbahkan. Dan apabila untuk penekanan pada sifat maka dalam bahasa arab ditambah juga sebelum huruf ya dengan huruf alif dan nun sehingga menjadi rabbani sebagaimana bunyi ayat tersebut.
Dengan makna bahwa mereka yang diberi kitab, hikmah dan kenabian menganjurkan semua orang agar menjadi rabbani, dalam arti semua aktivitas, gerak dan langkah, niat dan ucapan kesemuanya sejalan dengan nilai-nilai yang dipasankan olah Allah SWT. Yang Maha Pemelihara dan Pendidik itu.
Kata   تدْرُسُونَ digunakan untuk meneliti sesuatu guna diambil manfaatnya. Dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya seorang rabbani paling tidak melakukan 2 hal. Pertama, terus menerus mengajar kitab suci al Quran, dan kedua terus menerus memperlajarinya. Bahwa seorang rabbani harus terus menerus mengajar karena manusia tidak luput dari kekurangan.
Di sisi lain, Rabbani bertugas terus menerus membahas dan mempelajari kitab suci Al Quran karena firman Allah yang tertulis sedemikian luas kandungan maknanya sehingga semakin digali semakin banyak yang diraih, walaupun yang dibaca adalah teks yang sama. Jika demikian, seorang tidak boleh berhenti belajar, meneliti, membahas, baik objeknya alam raya maupun kitab suci. Nah, yang ditemukan dalam bahasan ataupun penelitian itu hendaknya diajarkan pula sehingga berhenti antara mengajar dan meneliti dalam suatu lingkaran yang tidak terputus kecuali dengan putus lingkarannya. Yaitu kematian seseorang.
Asbabunuzul ayat : Diriwayatkan oleh ibnu Ishaq dan baihaqi yang bersumber dari ibnu Abbas : dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika pendeta-pendeta kaum yahudi dan kaum nashara Najran berkumpul dihadapan Rosulullah saw dan diajak masuk islam, berkatalah Abu Rafi Al- Quradzi:  Apakah tuan menginginkan agar kami menyembah tuan seperti nashara menyembah Isa? , Rosulullah menjawab: Maadzallah (Aku berlindung kepada Allah dari pada itu). Maka Allah menurunkan ayat 79,80 sebagai sanggahan bahwa tiada seorang nabipun yang mengajak umatnya untuk menyembah dirinnya sendiri.
Q.S. Al Imran 104
أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ اْلمُفْلِحُونَ وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ
Artinya : `Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat manusia yang mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang orang yang beruntung`
Kata مِنْكُمْ pada ayat tersebut, ada ulama yang memahami dengan arti sebagian, dengan demikian perintah berdakwah yang dipesankan olah ayat tidak tertuju pada setiap orang. Ada pula ulama yang memfungsikan kata   مِنْكُمْ dalam arti penjelasan, sehingga ayat ini merupakan perintah kepada setiap orang muslim untuk melakukan tugas dakwah, sesuai dengan kemampuannya.
Karena itu, lebih tepat memahami kata مِنْكُمْ pada ayat diatas dalam arti sebagian kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat mengingatkan. Berdasarkan firman Allah surat al-Asyr yang menilai semua manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal soleh serta saling ingat mengingatkan tentang kebenaran dan ketabahan.
Dalam ayat tersebut terdapat dua kata yang berbeda dalam rangka perintah dakwah. Pertama يَدْعُونَ yakni mengajak dan yang kedua ya’muruna yakni memerintahkan. Apa yang diperintahkan oleh ayat tersebut berkaitan dengan dua hal, mengajak berkaitan dengan al-khoir sedangkan memerintahkan berkaitan dengan perintah melakukan yang berkaitan dengan al-makruf, sedangkan perintah untuk tidak melakukan yakni melarang dikaitkan dengan al-munkar.







































BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Seorang Rabbani yang berilmu, harus mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki dan dikuasainya. Ia pun harus sesegera mungkin mengajak orang orang yang terdekatnya untuk terus menerus membaca dan memahami Al Quran. Karena mengajak mereka kepada yang maruf dan mencegah kepada hal yang munkar adalah salah satu bahan dakwah yang selalu diwajibkan kepada hambaNya. Dalam dakwah dan memberi peringatan kepada manusia, bukanlah sesuatu yang mudah, namun diperlukan rasa sabar. Maka dalam firman Allah disebutkan `fashbir` maka bersabarlah. Karena orang yang mengamalkan ilmunya, lebih tinggi kedudukannya.

Saran
Kita sebagai pendidik sekaligus peserta didik, banyak yang bisa kita petik dalam pelajaran ini. Salah satunya adalah motivasi yang bisa meningkatkan gairah dan semangat kita untuk terus berupaya mencerdaskan bangsa, yang bisa kita gunakan untuk bahan dakwah. Semoga kita mampu mengajak mereka kepada yang maruf dan mampu menahan mereka dari segala sesuatu yang munkar. Amin.





DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi.1990.tafsir jalalain berikut asbaabun nuzul ayat. bandung: sinar baru
Jalaluddin as-suyuthi. 2008. Sebab Turunnya Al-Quran, terj. Jakarta: Gema Insani
KH.Qamaruddin Sholeh. Asbabun Nuzul .Bandung: Diponegoro
Shihab, M.quraisy.2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera hati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar