Jumat, 02 Desember 2016

Pendidik dan peserta didik dlm Al qur'an ( kel 7 )

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan kasih sayang-Nya untuk kita semua. Alhamdulillah, berkat karunia-Nya makalah yang berjudul “Bahan Pengajaran dalam Al-Qur’an” telah selesai dengan tepat waktu untuk memenuhi tugas mata kuliah Qiro’atul Kutub Tafsir Tarbawi.
Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa salam, sang revolusioner dengan misi beliau untuk menyempurnakan akhlak manusia yang telah membawa kita dari zaman jahiliah menuju zaman yang terang benderang.
Sesuai dengan judulnya, makalah ini berisi tentang pendidik dan peserta didik dalam Al-Qur’an disertai dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang sangat relevan dan penafsirannya dari berbagai sumber yang terpercaya, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Wonosobo, 12 November 2016











PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang terus berjalan bahkan sejak manusia baru saja lahir ke dunia ini. Tidak hanya di lembaga formal pendidikan tersebut berlangsung. Dimana pun dan kapan pun pendidikan dapat diperoleh.
Dalam keberlangsungannya, ada dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia  pendidikan, yakni pendidik dan peserta didik. Keduanya dapat menjadi objek dan sekaligus menjadi subjek pendidikan tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Nah, untuk lebih jelasnya akan kami paparkan dalam makalah ini.

Rumusan Masalah
Bagaimana tafsir surah Al-Kahfi ayat ke 80-82 ?
Bagaimana tafsir surah Al-Baqarah ayat ke 286 ?
Bagaimana tafsir surah Ali Imran ayat ke 159 ?
Bagaimana tafsir surah Al-Hujurat ayat 11 ?

Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah dengan judul “Pendidik dan Peserta Didik dalam Al-Qur’an” agar selain kita dapat mengerti dan memahami pendidik dan peserta didik seperti apa yang tercantum dalam Al-Qur’an, juga diharapkan agar kita dapat menjadi pribadi yang baik, entah itu ketika posisi kita sebagai pendidik maupun sebagai peserta didik yang selaras dengan firman Allah yang ada dalam Al-Qur’an.








PEMBAHASAN

Pengertian Pendidik dan Peserta Didik
Pendidik, menurut Noeng Muhadjir adalah seseorang yang mempribadi (personifikasi pendidik), yaitu mempribadinya keseluruhan yang diajarkan, bukan hanya isinya, tapi juga nilainya. Personifikasi pendidik ini merupakan hal yang penting maknanya bagi kepercayaan peserta didik. Pendidik selain melakukan transfer of knowledge, juga seorang motivator dan fasilitator bagi proses belajar peserta didiknya.
Selain pendidik, komponen lainnya yang melakukan proses pendidikan lainnya adalah peserta didik. Peserta didik adalah makhluk Allah yang terdidi dari aspek jasmani dan ruhani yang belum mencapai taraf kematangan, baik fisik, mental, intelektual, maupun psikologisnya. Oleh karena itu, ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan, dan arahan pendidik, agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan membimbingnya menuju kedewasaan.

Surah Al-Kahfi ayat 80-82
((((((( ((((((((((( ((((((( ((((((((( (((((((((((( ((((((((((( ((( ((((((((((((( (((((((((( ((((((((( ((((   (((((((((((( ((( ((((((((((((( ((((((((( ((((((( ((((((( (((((((( (((((((((( ((((((( ((((   ((((((( ((((((((((( ((((((( ((((((((((((( ((((((((((( ((( ((((((((((((( ((((((( ((((((((( ((((( ((((((( ((((((( (((((((((( (((((((( ((((((((( (((((( ((( (((((((((( ((((((((((( ((((((((((((((( (((((((((( (((((((( (((( ((((((( ( ((((( ((((((((((( (((( ((((((( ( ((((((( ((((((((( ((( (((( ((((((( (((((((( ((((((( ((((  
Artinya : “Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan Kami khawatir bahwa Dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan Kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang Ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". 
Penjelasan Ayat
( وَاَمَّا الْغُلَمُ فَكَا نَ اَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِيْنَا اَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا )
Adapun anak muda, adalaorang kafir, sedang kedua orang tuanya adalah orang-orang yang beriman. Maka kami takut jika kecintaan kepadanya akan mendorong mereka untuk mengikuti didalam kekafirannya.
Qatadah berkata : kedua orang tuanya merasa gembira ketika ia dilahirkan, dan merasa sedih ketika dia dibunuh. Sekiranya dia masih hidup, niscaya hidupnya itu akan membawa kepada kebinasaan kedua orang tuanya.
فَاَرَدْنَا اَنْيُبْدِلَهُمَا رَبُهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَوةً وَّ اَقْرَبَ رُحْمًا
Orang alim ini berkata : kami menghendaki agar Allah memberi rezeki kepada kedua orang tua ini seorang anak yang lebih baik agama dan kesalehannya dibanding anak yang dibunuh ini, dan lebih dekat kasih sayangnya kepada mereka.
وَاَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَمَيْنِ يَتِمَيْنِ فِى الْمَدِيْنَةِ وَ كَانَ تَحْتَهُ كَنْزُلَهُمَا وَ كَانَ اَبُوْهُمَا صَالِحًا فَاَرَادَ رَبُّكَ اَنْيَبْلُغَا اَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزُهُمَا رَحْمَةً مِّنْ رَبِّكَ
Sesungguhnya, faktor yang mendorong aku untuk menegakkan dinding ialah, karena di bawahnya terdapat harta benda simpanan milik dua orang anak yatim berada di kota, sedang bapak mereka adalah seorang yang saleh. Allah berkehendak agar harta simpanan itu tetap berada dalam kekuasaan kedua anak yatim itu, untuk memelihara hak mereka dan karena kesalehan bapak mereka.
(وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ اَمْرِيْ)
Aku melakukan apa yang telah kamu lihat sendiri itu tidak berdasarkan pikiran dan kehendakku sendiri, tetapi karena Allah memerintahkannya kepadaku. Sebab, pengurangan harta manusia dan penumpahan darah mereka hanya boleh dilakukan berdasarkan wahyu dan nas yang qat’i.
ذٰلِكَ تَأْوِيْلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
Hal-hal yang menyebabkan aku melakukan perbuatan-perbuatan yang kamu ingkari, yang aku ceritakan kepadamu ini adalah penjelasan tentang akibat perbuatan yang karenanya kamu merasa sempit dan tidak bisa bersabar sebelum aku memberitahukannya lebih dahulu. 
Asbabun Nuzul
Asbabun nuzul ayat 80-81adalah seseorang bernama Ghulam yang dibunuh oleh Nabi Khidir (berdasarkan syari’at Nabi Khidir, hanya berlaku pada syari’at Nabi Khidir dan tidak berlaku bagi syari’at yang lain) karena kekhawatirannya bahwa si anak (saat dewasa) akan membawa kesesatan dan kekafiran bagi kedua orang tuanya, sebab kecintaan orang tua terhadap anak tersebut.

Relevansi dengan pendidikan
Peserta didik mencari ilmu pada orang yang lebih pandai darinya
Diperlukan adab kesopanan dalam proses belajar mengajar
Mencari dan menambah ilmu itu tanpa batas meskipun seseorang telah dalam kedudukan tinggi.

Surah Al Baqarah ayat 286
(( ((((((((( (((( ((((((( (((( ((((((((( ( ((((( ((( (((((((( ((((((((((( ((( (((((((((((( ( ((((((( (( ((((((((((((( ((( ((((((((( (((( ((((((((((( ( ((((((( (((( (((((((( (((((((((( ((((((( ((((( ((((((((((( ((((( ((((((((( ((( ((((((((( ( ((((((( (((( (((((((((((( ((( (( ((((((( ((((( ((((( ( (((((((( ((((( (((((((((( ((((( (((((((((((((( ( ((((( (((((((((( (((((((((((( ((((( (((((((((( (((((((((((((( (((((  
Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
Asbabun Nuzul
Imam Muslim mengeluarkan di dalam kitab Shahih-nya dan juga dikeluarkan oleh periwayat lainnya, dari Abu Hurairah, dia berkata, “Tatkala turun ayat [artinya], ‘Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu” (Al-Baqarah:284) beratlah hal itu bagi para shahabat. Lalu mereka mendatangi Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam, dengan merangkak atau bergeser dengan bertumpu pada pantat seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, kami sudah dibebankan amalan-amalan yang mampu kami lakukan; shalat, puasa, jihad dan sedekah (zakat) dan sekarang telah diturunkan padamu ayat ini padahal kami tidak sanggup melakukannya.’
Lalu Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, ‘Apakah kalian ingin mengatakan sebagaimana yang dikatakan Ahli Kitab sebelum kamu; kami dengar namun kami durhaka? Tetapi katakanlah ‘kami dengar dan patuh, Wahai Rabb, kami mohon ampunan-Mu dan kepada-Mu tempat kembali.’ Tatkala mereka mengukuhkan hal itu dan lisan mereka telah kelu, turunlah setelah itu ayat ‘Aamanar Rasuul…sampai al-Mashiir. (al-Baqarah:285)’ Dan tatkala mereka melakukan hal itu, Allah pun menghapus (hukum)-nya dengan menurunkan firman-Nya, “Laa Yukallifullah…hingga selesai.(al-Baqarah:286)” [HR.Muslim, no.125 dan Ahmad, II/412]

Penafsiran
(( ((((((((( (((( ((((((( (((( (((((((((
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.”
Keimanan dibuktikan dengan kesiapan menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan Allah, jangan merasa enggan sedikitpun untuk menaatinya, karena tidak ada yang memberatkan. Apa yang diperintahkan Allah sudah disesuaikan dengan kemampuan manusia untuk menjalankannya. Aapa yang dilarang Allah sudah sesuai dengan kemampuan manusia untuk menjauhinya. Jika ada suatu perintah dirasakan berat, bukan bobot perintahnya yang berat, tapi hati dan keadaan yang mempengaruhinya. Berat atau ringannya menjalankan tugas, sangat dipengaruhi oleh persepsi individu dalam mengemban tugas tersebut. Semua itu mengisyaratkan bahwa setiap aturan syari’ah sudah sesuai dengan kemampuan manusia. Bila ada sutu perintah yang berat dalam situasi tertentu, maka Allah memberikan solusi mengatasinya.
((((( ((( (((((((( ((((((((((( ((( (((((((((((( (
“Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.”
Setiap individu memperoleh hasil dari apa yang diusahakannya, Tangan menjinjing bahulah yang memikulnya. Orang yang beramal baik, akan mendapatkan manfaat dari kebaikannya. Orang yang beramal buruk akan bertanggung jawab atas keburukannya. Berbuatlah baik, kalau ingin mendapatkan kebaikan. Jangan berbuat buruk, bila tidak ingin memikul akibat keburukan. Allah SWT akan memperhitungkan apa yang diperbuat manusia, apakah kebaikan ataukah keburukan. Ditandaskan pula dalam surah Az-Zalzalah ayat 7-8 seperti berikut:
((((( (((((((( ((((((((( (((((( ((((((( ((((((( (((   ((((( (((((((( ((((((((( (((((( ((((( ((((((( (((  
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.”

( ((((((( (( ((((((((((((( ((( ((((((((( (((( ((((((((((( ( ((((((( (((( (((((((( (((((((((( ((((((( ((((( ((((((((((( ((((( ((((((((( ((( ((((((((( ( ((((((( (((( (((((((((((( ((( (( ((((((( ((((( ((((( ( (((((((( ((((( (((((((((( ((((( (((((((((((((( ( ((((( (((((((((( (((((((((((( ((((( (((((((((( (((((((((((((( (((((  
”(Mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir."
Orang yang beriman menghadapi perintah apapun selalu siap menjalankannya. Demikian pula bila menerima cegahan, maka mereka siap meninggalkannya. Bila ternyata larangan dan perintah tersebut ada yang dirasakan berat, maka tetap tidak menolaknya melainkan bermohon kepada Allah untuk mendapatkan keringanan. Inti do’a ini adalah ungkapan keyakinan bahwa segala yang diperintahkan Allah itu sudah disesuaikan dengan kemampuan manusia. Jika dirasakan ada yang berat, itu merupakan kelemahan diri. Oleh karena itu mohon diberi keringanan, bila terlanjur berbuat kesalahan, agar diganti dengan rahmat dan maghfirah. Kemudian karena dalam melaksanakan syari’ah itu banyak tantangan dari kalangan kafirin, maka bermohon pada-Nya agar mampu mengalahkan kafirin.

Relevansi dengan pendidikan
Pendidik hendaknya selalu siap untuk berperan menjadi seorang pendidik, baik menjalankan perintah untuk mentransfer ilmu, mendidik, dan menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Begitu pula sebaliknya, peserta didik hendaknya selalu siap menjalankan perintah dari pendidik dan tidak melakukan apa yang dilarangnya.
Pendidik senantiasa memudahkan peserta didiknya dalam proses belajar mengajar, memaafkan kesalahan peserta didik sembari menasehati dan mengingatkan dalam kebaikan.

Surah Ali Imran ayat 159
((((((( (((((((( ((((( (((( ((((( (((((( ( (((((( ((((( ((((( ((((((( (((((((((( (((((((((( (((( (((((((( ( (((((((( (((((((( (((((((((((((( (((((( ((((((((((((( ((( (((((((( ( ((((((( (((((((( (((((((((( ((((( (((( ( (((( (((( (((((( (((((((((((((((((( (((((  
Artinya :  Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Asbabun Nuzul
Sebab-sebab turunya ayat ini kepada Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa salam adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas. Ibnu Abbas ra menjelaskan bahwasanya setelah terjadinya perang Uhud, Rasulullah mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar  ra dan Umar bin Khaththab ra untuk meminta pendapat meraka tentang para tawanan perang, Abu Bakar ra berpendapat, meraka sebaiknya dikembalikan kepada keluargannya dan keluargannya membayar tebusan. Namun, Umar ra berpendapat mereka sebaiknya dibunuh. Yang diperintah membunuh adalah keluarganya. Rasulullah mesulitan dalam memutuskan. Kemudian turunlah ayat ini sebagai dukungan atas Abu Bakar. Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya yakni surah Ali Imran ayat 158.

Penafsiran
Makna ayat adalah ketika Rasulullah sallallahu  ‘alaihi wa salam bersikap lemah-lembut dengan orang yang berpaling pada perang uhud dan tidak bersikap kasar terhadap mereka maka Allah SWT menjelaskan bahwa beliau dapat melakukan itu dengan sebab taufiq-Nya kepada beliau.
Prof Hamka Menjelaskan tentang QS. Ali Imran ini, dalam ayat ini bertemulah pujian yang tinggi dari Allah terhadap Rasul-Nya, karena sikapnya yang lemah lembut, tidak lekas marah kepada ummatNya yang tengah dituntun dan dididiknya iman mereka lebih sempurna. Sudah demikian kesalah beberapa orang yang meninggalkan tugasnya, karena laba akan harta itu, namun Rasulullah tidaklah terus marah-marah saja. Melainkan dengan jiwa besar mereka dipimpin.
Dalam ayat ini Allah menegaskan, sebagai pujian kepada Rasul, bahwasanya sikap yang lemah lembut itu, ialah karena ke dalam dirinya telah dimasukkan oleh Allah rahmatNya. Rasa rahmat, belas kasihan, cinta kasih itu telah ditanamkan Allah ke dalam diri beliau, sehingga rahmat itu pulalah yang mempengaruhi sikap beliau dalam memimpin. Meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin dalam perang uhud sehingga menyebabkan kaum muslimin menderita, tetapi Rasulullah tetap bersikap lemah lembut dan tidak marah terhadap pelanggar itu, bahkan memaafkannya, dan memohonkan ampunan dari Allah untuk mereka.
Andaikata Nabi Muhammad saw sallallahu  ‘alaihi wa salam, berhati kasar tentulah mereka akan menjauhkan diri dari beliau. Disamping itu Nabi Muhammad selalu bermusyawarah dengan mereka dalam segala hal, apalagi dalam urusan peperangan. Oleh karena itu kaum muslimin patuh melaksanakan putusan- putusan musyawarah itu karena keputusan itu merupakan keputusan mereka sendiri bersama Nabi. Mereka tetap berjuang dan berjihad dijalan Allah dengan tekad ayng bulat tanpa menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka bertawakal sepenuhnya kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum muslimin selain Allah.
M. Quraish Shihab di dalam Tafsirnya al-Misbah menyatakan bahwa ayat ini diberikan Allah kepada Nabi Muhammad untuk menuntun dan membimbingnya, sambil menyebutkan sikap lemah lembut Nabi kepada kaum muslimin, khususnya mereka yang telah melakukan pelanggaran dan kesalahan dalam perang uhud itu. Sebenarnya cukup banyak hal dalam peristiwa Perang Uhud yang dapat mengandung emosi manusia untuk marah, namun demikian, cukup banyak pula bukti yang menunjukan kelemah lembutan Nabi sallallahu  ‘alaihi wa salam. Beliau bermusyawarah dengan mereka sebelum memutuskan perang, beliau menerima usukan mayoritas mereka, walau beliau kurang berkenan, beliau tidak memaki dam mempersalahkan para pemanah yang meninggalkan markas mereka, tetapi hanya menegurnya dengan halus, dan lain lain.

Relevansi dengan pendidikan
Pendidik hendaknya dapat berlemah lembut terhadap peserta didiknya khususnya dalam proses pembelajaran, menyenangkan dan tidak membosankan sehingga peserta didik mampu menerima ilmu dengan baik
Pendidik juga harus melakukan diskusi dengan peserta didiknya, apa yang menjadi kendala mereka dalam pelajaran, apa yang menjadi keinginan mereka dalam proses pembelajaran misalnya dalam penggunaan metode atau pemberian tugas dan lain sebagainya. Jangan sampai pendidik menjadi orang yang otoriter, tidak memrima masukan dari peserta didiknya, menganggap ia paling tahu segalanya
Ketika kita menemukan kesalahan dari peserta didik, dalam menyerap pelajaran, sulit diatur dan sebagainya. Jangan lantas kita membeci mereka, memperlakukan mereka dengan kasar dan keras, menghukum mereka secara berlebihan atau bahkan mengatakan mereka dengan perkataan yang kotor. Karena hal itu tidak akan menyelesaikan masalah akan tetapi justru akan meimbulkan banyak masalah bagi pendidik itu sendiri lebih-lebih bagi peserta didik yang masih dalam tahap pembelajaran. Maafkanlah semua kesalahan mereka seraya menesehati mereka dengan lemah lembut, bukan berarti lemah lembut itu tidak tegas, tetapi lemah lembut dalam menasehatinya denagan tutur kata yang baik dan tidak menyudutkan mereka, karena mereka adalah tanggung jawab pendidik.

Surah Al Hujurat ayat 11
((((((((((( ((((((((( (((((((((( (( (((((((( (((((( (((( (((((( (((((( ((( (((((((((( ((((((( ((((((((( (((( (((((((( (((( ((((((((( (((((( ((( (((((( ((((((( ((((((((( ( (((( (((((((((((( ((((((((((( (((( (((((((((((( ((((((((((((( ( (((((( (((((((( ((((((((((( (((((( (((((((((( ( ((((( (((( (((((( (((((((((((((( (((( ((((((((((((( ((((  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka Itulah orang-orang yang dzalim.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan bahwa ayat ke 11 dari surah al Hujurat diturunkan berkenaan dengan tingkah laku kabilah Bani Tamim yang pernah berkunjunng kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam, lalu mereka memperolok-olok beberapa sahabat yang fakir dan miskin seperti ‘Ammar, Suhaib, Bilal, Khabbab, Salman Al-Farisi dan lainnya karena pakaian mereka sangat sederhana.
Ada pula yang mengemukakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan kisah Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab yang pernah datang menghadap Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam, melaporkan bahwa beberapa perempuan di Madinah pernah menegurnya dengan kata-kata yang menyakitkan hati seperti, “Hai perempuan Yahudi, keturunan Yahudi, dan sebagainya”. Sehingga Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam bersabda kepadanya, “Mengapa tidak kau jawab saja, ayahku Nabi Harun, pamanku Nabi Musa dan suamiku Muhammad.”
Selain itu, ada juga yang mengaitkan dengan situasi di Madinah. Ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam tiba di sana, orang-orang Anshar banyak yang mempunyai nama lebih dari satu. Jika mereka dipanggil oleh kawan mereka, yang kadang-kadang dipanggil dengan panggilan yang tidak disukainya dan setelah hal tersebut dilaporkan kepada Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam maka turunlah ayat ini.

Munasabah
Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah telah menjelaskan bagaimana mendamaikan dua kelompok muslimin yang bertikai dan sesama orang Islam adalah saudara. Lalu dijelaskan pada ayat ini bagaimana sebaiknya pergaulan orang-orang yang beriman. Di antaranya, mereka dilarang memperolok-olok saudara mereka dengan memanggil mereka dengan gelar yang buruk atau berbagai tindakan yang menjurus ke arah permusuhan dan kedzaliman.

Makna kata
وَ لاَ تَلْمِزُوْا
Kata talmizuu berarti memberi isyarat disertai dengan berbisik-bisik dengan maksud mencela. Ejekan ini biasanya langsung ditujukan kepada seseorang yang diejek, baik dengan isyarat mata, bibir, kepala, tangan atau yang lainnya.
Dalam ayat ini Allah melarang kita untuk melakukan lamz terhadap diri sendiri (talmizu anfusakum), padahal yang dimaksud adalah orang lain. Pengungkapan anfusakum dimaksudkan bahwa antara sesama manusia adalah saudara dan satu kesatuan, sehingga apa yang diderita oleh saudara kita artinya diderita juga oleh diri kita sendiri. Maka siapa yang mencela atau mengejekorang lain sesungguhnya dia telah mengejek dirinya sendiri. Kalimat tersebut juga dapat diartikan agar tidak melakukan suatu tindakan yang membuat orang lain mengejek dirinya.
وَ لاَ تَنَابَزُوْا
Kata tanaabazuu berarti memberikan julukan dengan maksud mencela. Tanaabazuu melibatkan dua pihak yang saling memberikan julukan, atau gelar yang buruk. Hampir sama maknanya dengan lamz. Hanya saja dalam kata taanabazuu ada makna keterusterangan dan timbal balik. Seseorang yang melakukan lamz belum tentu di hadapan orang yang dicelanya.

Penafsiran
Pada ayat tersebut, Allah mengingatkan orang-orang yang beriman supaya jangan ada suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olok itu pada sisi Allah jauh lebih mulia dan terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan. Begitu pula di kalangan perempuan, jangan ada segolongan perempuan yang mengolok-olok perempuan yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olok itu di sisi Allah jauh lebih baik dari perempuan-perempuan yang mengolok-olok.
Allah melarang kaum mukminin mencela kaum mereka sendiri karena kaum mukninin semuanya harus dipandang sebagai satu tubuh yang diikat dengan kesatuan dan persatuan. Allah melarang pula memanggil dengan panggilan yang buruk seperti hai fasik, hai kafir dan sejenisnya.
Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah dikatakan bahwa Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa salam bersabda “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupamu dan harta kekayaanmu, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan perbuatanmu”.
Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa seorang hamba tidak boleh memastikan kebaikan dan keburukan seseorang semata-mata kerena melihat kepada perbuatannya saja, sebab ada kemungkinan seseorang tampak mengerjakan kebajikan padahal Allah melihat di dalam hatinya ada sifat yang tercela. Begitupun sebaliknya, mungkin ada orang yang  kelihatannya melakukan suatu  keburukan tapi Allah melihat di dalam hatinya ada rasa penyesalan yang besar yang mendorongnya bertaubat dari dosanya. Jadi, perbuatan yang tampak di luar itu hanya merupakan tanda-tanda saja yang (sering) menimbulkan sangkaan yang kuat, tetapi belum sampai pada tingkatan meyakinkan.
Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu ‘Abbas dalam menafsirkan ayat ini menerangkan bahwa ada seorang laki-laki yang pernah pada masa mudanya mengerjakan perbuatan buruk, lalu ia bertaubat dari dosanya, maka Allah melarang siapa saja yang menyebut-nyebut lagi keburukannya di masa yang lalu karena hal itu dapat membangkitkan perasaan yang tidak baik. Itulah sebabnya Allah melarang memanggil dengan panggilan dan gelar yang buruk.
Adapun panggilan yang mengandung penghormatan tidak dilarang, seperti sebutan kepada Abu Bakar dengan As-Siddiq, kepada ‘Umar dengan Al-Faruq, kepada Khalid bin Walid dengan sebutan Saifullah, dan sebagainya.
Panggilan yang buruk dilarang untuk diucapakan setelah orangnya beriman karena gelar-gelar itu mengingatkan pada kedurhakaan yang telah lewat dan tidak pantas dilontarkan.

Relevansi dalam pendidikan
Antara pendidik dan peserta didik hendaknya tidak saling menjelek-jelekkan, saling berhusnudzan dan senantiasa mengingatkan dalam hal kebaikan.
Pendidik tidak boleh memanggil peserta didik dengan panggilan yang buruk, begitu pula sebaliknya.
Pendidik memperlakukan peserta didiknya dengan baik, sesuai batas kewajaran, tidak merendahkan mereka karena pada hakikatnya semua manusia adalah sama di hadapan Allah.











PENUTUP
Kesimpulan :
Pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab tidak hanya mentranferkan ilmu pengethuan, namun juga bertugas mendidik, mengarahkan, memotivasi dan sebagai fasilitator bagi peserta didiknya.
Peserta didik ialah mereka yang memiliki potensi, bakat dan minat namun masih memerlukan bimbingan, dan arahan dari pendidik.
Dalam surah al-Kahfi ayat 80-82, Allah menjelaskan bahwa menuntut ilmu itu tanpa batas meskipun seseorang itu sudah dalam tingkatan tinggi.
Dalam surah al-Baqarah ayat 286, Allah menjelaskan kepada kita untuk senantiasa memohon dan berdo’a kepada-Nya, agar kita selalu siap menjalankan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Dalam surah Ali Imran ayat 159, Allah memerintahkan kita untuk senantiasa berlemah lembut kepada sesama, bermusyawarah dalam segala urusan serta memaafkan kesalahan orang lain.
Dalam surah al-Hujurat ayat 11, Allah melarang kita untuk mengolok-olok orang lain dan menjelek-jelekkan mereka baik dalam perkataan, isyarat, maupun dalam hal perbuatan.











DAFTAR PUSTAKA
Hasan Langgulung.1988. “Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21”. Jakarta : Pustaka Al-Husna
Ibrahim bin Sulaiman al-Huwaimil. ”Silsilah Manaahij Dawraat al-‘Uluum asy-Syar’iyyah-Fi`ah an-Naasyi`ah”.
Tafsir al-Maraghi oleh Ahmad Musthafa Al-Maraghi jilid 3 oleh penerbit toha putra, semarang 1993
Terjemah tafsir al maraghi juz 16, 17, 18
Tafsir Al-Qurthubi; penerjemahm Dusi Rosyadi, Nashirul Haq, Fathurrahman, editor, Ahmad Zubairin. 2008. Jakarta: Pustaka Azzam
Hamka. 1980.”Tafsir Al-Azhar”. Jakarta: Pustaka Panjimas.

Motivasi belajar dalam Al qur'an (kel.6)


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji Syukur kami panjatkan Kepada Allah SWT yang telah memberikan pertolongan dan petunjuk-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dari pihak-pihak yang membaca makalah ini kami mohon kritik dan saran yang bersifat membangun.
Semoga makalah ini dapat memberikan tambahan pengetahuan untuk para pembaca.

Wonosobo, 2 November 2016

Penulis












BAB II
PEMBAHASAN

Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 1986: 75).
Sedang motivasi pendidikan adalah dorongan yang tidak hanya diberikan kepada siswa/peserta didik, melainkan juga bisa menggerakkan hati serta naluri pendidik. Dan dalam Al-Quran meski tidak dijelaskan secara tekstual mengenai hal belajar akan tetapi apabila kita mengkajinya lebih dalam dan lebih terperinci kita akan menemukan banyak hal yang berhubungan dengan motivasi pendidikan, dan beberapa ayat Al-Quran yang mungkin sedikit banyak diperjelas diantaranya adalah sebagai berikut :

Penafsiran QS. Al-Anam : 50

قُل لَّآ أَقُولُ لَكُمۡ عِندِي خَزَآئِنُ ٱللَّهِ وَلَآ أَعۡلَمُ ٱلۡغَيۡبَ وَلَآ أَقُولُ لَكُمۡ إِنِّي مَلَكٌۖ إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّۚ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِيرُۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ ٥٠

Artinya :
“Katakanlah, Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku adalah malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah, Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Maka apakah kalian tidak memikirkan(nya)?

Kosakata  (المترادفات)
خَزَائِنُ جمن خزانة   : Penyimpanan (perbendaharaan)
استوى – يَسْتَوِي     : Sama (menyerupai)
الْأَعْمَىٰ : Buta (blind)
الْبَصِير  : Melihat

Korelasi
Terdapat korelasi pada ayat setelahnya, dimana berangkat dari seruan Allah kepada Nabi Muhammad untuk memberikan peringatan, kepada para kaum yang takut akan dihimpunkan atau dihadapkan kepada tuhannya, sehingga mereka menganggap bahwa Nabi lah yang mengatur segala yang ada dilangit dan bumi, malaikat, ataupun mengetahui hal-hal yang ghaib.
۞أَفَمَن يَعۡلَمُ أَنَّمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَ ٱلۡحَقُّ كَمَنۡ هُوَ أَعۡمَىٰٓۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ١٩
Dan QS. Al-An’am ayat 50 berkolerasi dengan QS. Ar-Ra’ad ayat 19 dimana dalam surat tersebut menjelaskan bagaimana tentang orang-orang yang mendapat petunjuk dan orang-orang yang sesat tentu tidak sama. Apakah orang yang mengerti kebenaran ajaran yang diturunkan Allah {Tuhan yang memelihara dan memilihmu, Muhammad, untuk menyampaikan pesan-pesan suci-Nya} sama dengan orang yang tersesat dari kebenaran, hingga menjadi seperti orang buta yang tidak dapat melihat? Tidak ada yang dapat mengerti kebenaran dan merenungkan kebesaran Allah selain orang yang berakal dan berfikir.

Penafsiran Ayat
قل
Katakanlah (wahai Muhammad);
Dalam ayat ini, Allah mengarahkan Nabi Muhammad untuk memberi tahu kepada manusia dan Nabi Muhammad dengan spesifik memberitahukan kepada manusia tentang apa yang akan disampaikan. Oleh karena itu, hendaklah kita memperhatikan dengan baik dengan apa yang hendak disampaikan.Ada tiga perkara yang perlu disampaikan oleh Nabi.
لااَقُوْلُ لَكُمْ
“Aku tidak mengatakan kepada kamu
Nabi diutus untuk menjelaskan pemahaman manusia tentang dirinya. Supaya jelas siapakah Nabi Muhammad itu. Ini penting karena banyak salah faham dalam masyarakat sekarang yang merasakan Nabi Muhammad itu bukan manusia biasa. Mereka yang berkata demikian itu tidak bisa saja membawa dalil, tapi hanya sangkaan-sangkaan manusia saja. Mereka sebenarnya menolak dalil ayat Quran ini.

عِنْدِيْ خَزَائِنُ
Perbendaharaan Allah ada padaku       
Nabi diutus untuk mengatakan bahwa beliau tidak mempunyai perbendaharaan Allah untuk diberikan sedikitpun kepada manusia. Perbendaharaan itu bolehlah diandaikan sebagai satu tempat yang diletakkan rezeki di dalamnya. Nabi juga tidak memegang  kunci atas perbendaharaan itu. Beliau sama dengan manusia biasa yang lain. Bukan tugas Nabi untuk memberi rezeki kepada manusia. Bahkan Nabi juga memerlukan rezeki dari Allah. Oleh Sebab itu, kita pun pernah mendengar kisah bagaimana dapur Nabi berbulan-bulan tidak berasap. Beliau pun ada masanya mengikat perut karena kelaparan. Jikalau beliau  memiliki pintu rezeki, tentulah Nabi tidak akan ada masalah kelaparan dan sebagainya. Maka dari itu apabila kita memerlukan sesuatu, bukan kita meminta sesuatu itu kepada Nabi kerana Nabi juga mengharap kepada Allah.

وَلاَاَعْلَمُ الْغَيْبَ

Dan aku tidak mengetahui perkara-perkara yang ghaib.
Jikalau nabi seorang manusia yang paling mulia pun tidak tahu tentang perkara ghaib,  lalu bagaimana dengan manusia biasa yang lebih rendah kedudukannya daripada Nabi? Tentulah mereka tidak tahu. Maka jangan kita bertanya tentang perkara ghaib kepada sesama manusia. Misalnya seorang peramal yang mengetahui perkara ghaib dan bisa meramal itu sangatlah salah besar. Dan telah berlaku musyrik jika kita percaya kepadanya.
Apakah yang dimaksudkan dengan ghaib?:
Berita masa depan; apa yang akan berlaku esok, lusa dan sebagainya.
Cerita yang sudah berlalu.  Jangankan  masa depan,  yang telah  berlalu pun kita tidak tahu dengan pasti. Kalau kita tahu pun sesuatu yang berlaku dahulu, itu bukanlah sesuatu yang benar-benar berlaku.
Perkara ghaib alam roh, alam malaikat, syurga, neraka dan sebagainya.

مَلَك إِنِّي لَكُمْ أَقُولُ وَلَا
Dan tidak (pula) aku mengatakan kepada kalian bahwa aku adalah malaikat
Nabi Muhammad diutus memberitahu bahwa beliau tidak memiliki  sifat-sifat malaikat. Nabi  bersifat manusia. Tidak sama dengan malaikat karena mereka mempunyai sifat-sifat  tersendiri. Mereka mempunyai sifat-sifat istimewa yang  diberikan oleh Allah. Dalam ayat ini, Nabi Muhammad diutus untuk  memberitahukan kepada manusia bahwa beliau  adalah seorang manusia dan hanya mempunyai sifat-sifat manusia saja.
Sifat Nabi Muhammad adalah sama dengan sifat manusia yang lain. Nabi memiliki  nafsu, malaikat tidak memilikinya. Kalau manusia memiliki sifat pelupa, Nabi juga memiliki sifat lupa.

إِلَيّ يُوحَىٰ مَا إِلَّا أَتَّبِعُ إِنْ
Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku.
Oleh karena itu, Allah berfirman Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku. Nabi hanyalah manusia biasa yang diberi wahyu oleh Allah, dan beliau menjalankan apa yang diwahyukan kepadanya, serta tidak pernah melampauinya atau berpaling (dari wahyu tersebut) walau hanya sejengkal. 
يَسْتَوِي هَلْ قُلْ اْلاَعْمى وَالْبَصِيرُ
’Katakanlah,‘Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?’
"Katakan pula, wahai Nabi, "Apakah sama orang yang tersesat dan yang mendapat petunjuk dalam mengetahui kebenaran- kebenaran ini? (orang yang buta) orang kafir (dengan orang yang melihat?") orang yang beriman, tentu saja tidak.
تَتَفَكَّرُونَ أَفَلَا
Maka apakah kalian tidak memikirkan(nya)?
(Maka apakah kamu tidak memikirkan) tentang hal itu, kemudian kamu beriman. Apakah pantas kalian berpaling dari petunjuk yang aku bawa kepada kalian, hingga tidak merenungkannya dengan akal pikiran supaya menjadi jelas kebenaran itu bagi kalian?" Sehingga kamu dapat memposisikan sesuatu pada tempatnya.
Dan mengetahui mana yang harus dikerjakan dan ditinggalkan.

Kesimpulan Ayat
Ayat tersebut menjelaskan bahwasanya apa yang telah difirmankan oleh Allah SWT didalam Al-Quran banyak mengandung unsur pendidikan, telah dijelaskan apabila orang kafir dengan orang yang beriman diumpamakan dengan orang yang buta dengan orang yang bisa melihat.
Dari situ hendaklah menusia itu berfikir kembali bagaimana seharusnya seorang hamba itu hidup dibawah naungan benih-benih pendidikan dan agama yang baik. Supaya kita dapat mengetahui dan merenungkan segala sesuatu yang salah dengan akal pikiran, sehingga kita bisa memposisikan sesuatu pada tempatnya masing-masing.
Kurangnya semangat belajar atau pendidikan saat ini haruslah ditinjau kembali bagaimana pentingnya seseorang itu menuntut ilmu. Karena dari sanalah ia akan mampu mengenali segala sesuatu yang baik ataupun buruk.
Ayat tersebut mengindikasikan bahwa antara orang orang yang beriman dan yang tidak beriman sangatlah berbeda.
Orang-orang tersebut diperumpamakan bagaikan orang buta dan orang yang bisa melihat.
Orang-orang yang berakal lah yang akan selalu menganalisa apa yang telah Allah wahyukan dan berikan. Jadi orang yang selalu menanyakan sesuatu, sedang pertanyaan tersebut tidak membutuhkan jawaban, sesungguhnya ia hanyalah orang-orang yang tidak mau berfikir.
Melihat begitu pentingnya pendidikan hingga bagaimana seseorang itu bisa terlihat dari segala apa yang ditanyakan atau dilakukannya.

Penafsiran Al-An’am : 160

مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ وَمَن جَآءَ بِٱلسَّيِّئَةِ فَلَا يُجۡزَىٰٓ إِلَّا مِثۡلَهَا وَهُمۡ لَا يُظۡلَمُونَ ١٦٠
160. Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan)
Pengertian Umum
Di dalam surat ini Allah Subhanallah taala. telah menerangkan prinsip-prinsip iman dan menegakkan bukti-bukti atas kebenarannya. Juga membantah syubhat- syubhat yang dikeluarkan oleh orang-orang kafir. Kemudian pada sepuluh wasiat tersebut, Allah menyebutkan pula tentang prinsip-prinsip keutamaan dan tata kesopanan yang diperintahkan oleh Islam. Juga disebutkan kekejian-kekejian dan sifat-sifat rendah yang menjadi lawannya, yang dilarang oleh Islam.
Untuk itu Allah taala menerangkan pula di sini tentang pembalasan umum di akhirat kelak atas ke baik and kebaikan. Yaitu, iman, amal-amal saleh dan pembalasan atas keburukan-keburukan. Yaitu kekafiran dan segala perbuatan yang keji , baik yang tampak atau yang tidak tampak.
Penjelasan
Yang berbuat kebaikan Akan Mendapat sepuluh Kali pahala
مَن جَآءَ بِٱلۡحَسَنَةِ فَلَهُۥ عَشۡرُ أَمۡثَالِهَاۖ
Barang siapa datang kepada Tuhannya pada hari kiamat dengan membawa kelakuan yang baik, berupa ketaatan yang telah dia lakukan,  sedang hatinya tentram dengan keimanan, maka dia akan memperoleh di sisi Tuhan- nya sepuluh kebaikan semisalnya, dari anugerah Tuhan yang tiada terbatas.
Allah juga berjanji akan melipatgandakan sampai tujuh ratus kali pada firman-Nya
مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ
245. Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
Semuanya ini menunjukanadanya perbedaan sifat sifat kejiwaan yang berbuat kebajikan lainnya. menafkahkan hartanya dan orang orang yang berbuat kebaikan lainnya. Seperti keikhlasan dalam niat dan mengharap Allah, serta menutupi aib orang lain yang diberi dan menghindari nama lain sebagai baik dan menghindari keuntungan-keuntungan dan kepentingan-kepentingan pribadi maupun sifat sifat terrendah yang menjadi seperti riyal,menyukai kemasyhuran yang batil, menyebut-nyebut kenikmatan dan menyakiti hati orang lain.
Kandungan Nilai
Amal perbuatan yang kita lakukan selalu dipantau oleh Allah, setiap perbuatan baik akan dicatat dalam buku kebaikan dan digandkan pahalanya. Dan setiap perbuatan buruk akan dilipat gandakan pula dosanya. Dalam dunia pendidikan semua kegiatan yang baik akan mendapat jalan yang baik dan pahala yang berlipat ganda juga, seperti pahala seorang guru yang mengajarkan ilmu kepada muridnya tanpa pamrih.
Orang yang mengambil upah dari mengajarkan ilmu pendidikan baik ilmu umum maupun ilmu agama serta Al Quran adalah boleh karena hal tersebut merupakan hasil dari jerih payahnya. Mengenai masalah ini para ulama banyak yaag berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada yang tidak. Seperti imam Hanafi yang tidak membolehkan, kemudian imam Syafi`I, Maliki, Ibnu Hazm yang membolehkan, imam Hambali membolehkan ketika perbuatannya termasuk mashalih, dan mengharamkan ketika perbuatannya tergolong taqorrub.

Kesimpulannya, bahwa lipat sepuluh akan diberikan kepada setiap orang yang melakukan kebaikan. Sedang kelipatan-kelipatan yang lebih dari itu, berbeda-beda sesuai dengan kehendak Allah Taala berkaitan dengan keadaan- keadaan orang yang berbuat baik, yang Allah ketahui. Barang siapa yang mengeluarkan satu dirham dengan hati yang sedih atas hilangnya satu dirham itu, tentu tidak sama dengan orang yang m endermakannya dengan hal yang rida, dan gembira karena mendapatkan taufik dari Allah.
Sesungguhnya Allah Ta'ala mencatat kebaikan-kebaikan dan keburukan, Maka barang siapa  berniat melakukan suatu kebaikan, namun dia tidak mengamalkannya. Maka kebaikan itu itu dicatat oleh Allah untuknya pada sisi-nya sebagai satu kebaikan penuh. Dan bila berniat melakukan kebaikan, lalu ia mengamalkannya, maka kebaikan itu dicatat oleh Allah pada sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan sampai dengan tujuh ratus lipat sampai berkali-kali lipat yang banyak.dan barang siapa  berniat melakukan keburukan, lalu ia tidak mengamalkannya, maka keburukan itu dicatat oleh Allah pada sisi-Nya untuk seseorang itu sebagai satu kebaikan  penuh. Dan jika ia berniat melakukan keburukan lalu dia mengamalkannya, maka keburukan itu dicatat oleh Allah sebagai satu keburukan.

Penafsiran QS. Az-Zumar : 9

أَمَّنۡ هُوَ قَٰنِتٌ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ سَاجِدٗا وَقَآئِمٗا يَحۡذَرُ ٱلۡأٓخِرَةَ وَيَرۡجُواْ رَحۡمَةَ رَبِّهِۦۗ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلَّذِينَ يَعۡلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَۗ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ ٩
Artinya :
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.

Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Umar bahwa yang dimaksud dengan, ,,, الي أخره... قَانِتٌ هُوَ أَمَّنْ ([apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung] ataukah orang yang beribadah…) dalam ayat ini (az-Zumar: 9) ialah ucapan ‘Utsman bin ‘Affan (yang selalu bangun malam sujud kepada Allah swt.)Menurut riwayat Ibnu Sad dari al-Kalbi, dari Abu Shalih, yang bersumber dari Ibnu Abbas, orang yang dimaksud dalam ayat 9 adalah Ammar bin Yasir.Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ibnu Abbas, orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini adalah Ibnu Masud, Ammar bin Yasir, dan Salim, maulaa Abu Hudzaifah.
Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ikrimah, orang yang dimaksud dalam ayat 9 ini adalah Ammar bin Yasir.

Kosakata  (المترادفات)

هُوَ قَانِتٌ    : مطيع, خاضع, عابد الله تعالى (Taat, dan beribadah kepada Allah)
آنَاءَ اللَّيْلِ   : ساعته (waktunya bersujud dan berdiri dan mengharap rahmat)

Korelasi
Berangkat dari kalimat ‘Mereka ti dak sama...’ (orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya dengan orang musyrik). Disini dikolerasikan kepada QS Al-Imran: 113, yaitu seorang ahli kitab. Siapakah yang dimaksud ahli kitab disini?
۞لَيۡسُواْ سَوَآءٗۗ مِّنۡ أَهۡلِ ٱلۡكِتَٰبِ أُمَّةٞ قَآئِمَةٞ يَتۡلُونَ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ ءَانَآءَ ٱلَّيۡلِ وَهُمۡ يَسۡجُدُونَ ١١٣
113. Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang)
Adalah orang-orang ahli kitab yang berperilaku lurus, konsekuen dengan ajarannya yang kemudian beriman dan membenarkan Nabi Muhammad SAW.

Penafsiran Ayat
وَقَائِمًا سَاجِدًا اللَّيْلِ آنَاءَ قَانِتٌ هُوَ أَمَّنْ
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri,
       Yakni dalam keadaan sujud dan berdirinya mereka berqunut. Karena itulah ada sebagian ulama yang berdalilkan ayat ini mengatakan bahwa qunut ialah khusyuk dalam solat bukanlah doa yang dibacakan dalam keadaan berdiri semata, yang pendapat ini diikuti oleh ulama lainnya. As-Sauri telah meriwayatkan dari Firas, dari Asy-Syabi, dari Masruq, dar ibnu Masud r.a, yang mengatakan bahwa al-qanit adalah orang yang selalu taat kepada Allah dan Rasulnya. Ibnu Abbas r.a, Al-Hasan, As-Sadi dan ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud ana-al lail yakni waktu-waktu tengah malam.
رَحْمَةَ وَيَرْجُو الْآخِرَةَ يَحْذَرُ رَبِّهِ
Sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya?
Maksudnya, yaitu dalam ibadahnya ia takut dan sangat mengharap kepada Allah, juga hendaknya perasaan takut itu mendominasi sebagian besar pada masa hidupnya. Karena itulah disebutkan dalam firman-Nya Sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. Dan apabila saat menjelang ajal hendaklah rasa harap lebih menguasai dirinya yang bersangkutan.
يَعْلَمُونَ لَا وَالَّذِينَ يَعْلَمُونَ ينَ الَّذِيَسْتَوِي هَلْ قُلْ
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Maksudnya, apakah orang yang demikian sama dengan orang yang sebelumnya yang menjadikan tandingan-tandingan bagi Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah? Tentu saja tidak.
الْأَلْبَابِ ولُو أُ يَتَذَكَّرُ إِنَّمَا
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
       Yakni sesungguhnya yang mengetahui golongan ini dengan golongan sebelumnya adalah orang yang memiliki akal. (Hanya Allah lah yang mengetahui).

Kesimpulan Ayat
Ayat ini menerangkan perbedaan antara orang kafir dengan orang yang selalu taat menjalankan ibadah kepada Allah dan takut dengan siksa Akhirat yang selalu mengharapkan Rahmat (surga).Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan mengEsakan Allah, mentaati semua perintah menjauhi larangan-Nya, yaitu Abu Bakar dan sahabatnya, dengan orang-orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan yaitu Abu Jahal dan sahabatnya.
Ayat di atas menunjukkan keutamaan ilmu daripada harta, karena orang yang mempunyai ilmu mengetahui kemanfaatan harta dan orang yang tidak berilmu tidak mengetahui kemanfaatan ilmu.
Dan yang sangat signifikan dari penjelasan ayat diatas adalah :
Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang bodoh.
Karena orang kafir bukan orang yang beriamn, maka mereka hanya menyia-nyiakan hidupnya untuk segala sesuatu yang tdiak berguna, sepintar apapun mereka akan tetapi kepintarannya tidak digunakan untuk sesuatu yang seharusnya dianjurkan oleh Allah swt, mereka hanyalah orang-orang yang merugi.

  Penafsiran QS. Al-Mujadalah : 11

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ يَرۡفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مِنكُمۡ وَٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَ دَرَجَٰتٖۚ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ ١١
11. Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Asbabun Nuzul
Ayat ini diturunkan pada waktu Rosulullah SAW ingin memuliakan sahabat ahli perang badar dari pada sahabat muhajirin dan anshor. Qatadah mengatakan  Ayat ini turun berkenaan dengan majelis-majelis dzikir. Yaitu, bahwa apabila mereka melihat salah seorang datang menuju tempat mereka, mereka mempersempit tempat duduk disamping Rasulullah SAW, kemudian Allah memerintahkan kepada mereka untuk melapangkan tempat duduk satu sama lain yaitu  ketika Rosulullah SAW duduk di tempat yang sempit beliau ingin memuliakan sahabat ahli badar, maka datanglah sahabat ahli badar tersebut saling berdesakan dan berdiri di hadapan beliau sambil menanti kelapangan majlis (tempat duduk), Rosulullah memerintahkan sahabat yang bukan ahli badar yang berada disampingnya untuk berdiri.

Kosakata  (المترادفات)

تَفَسَّحُوا :Maksudnya adalahتوسعوا   : saling meluaskan/mempersilahkan.
يَفْسَحِ :Allah akan melapangkan rahmat dan rizki bagi mereka.
فَانْشُزُوا  :Saling merendahkan hati untuk memberi kesempatan kepada setiap orang yang datang.
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ  : Allah akan mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan memiliki ilmu di akhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian derajatnya.

Korelasi
Korelasi dengan QS. Al-Hujurat ayat 6 :
Kedua surat ini di awali dengan ءَامَنُوا الَّذِينَ يَاأَيُّهَا dimana keduanya ditunjukkan sebagai teguran untuk orang mu’min.
Dalam surat Al-Mujadalah ayat 11 Allah memerintahkan kita untuk mengerjakan hal-hal yang membuat timbulnya rasa persahabatan. Misalnya melapangkan tempat untuk orang yang datang ke majelis, dan berpindah tempat untuk melapangkan tempat  apabila keadaan menghendaki. Apabila yang demikian itu kita laksanakan,  Allah akan meninggikan kedudukan kita di dalam surga dan menjadikan kita diantara orang-orang yang berbakti. Sedangkan dalam surat Al-Hujuraat ayat 6 menurut Imam Hanafi bahwa sanya keterangan (informasi) dari orang fasik tidak dapat kita jadikan sebagai saksi. Kedua surat ini sama-sama menghimbau kepada kita untuk memberikan kesempatan.
Sedangkan surat al-Isra 36 ini sebagai jawabah atas surat al-Hujuraat ayat 6 bahwa kita tidak boleh mengikuti suatu informasi yang kita belum tau jelas kebenarannya, perlu adanya kebenaran, ketelitian dan bukti untuk mempercayai suatu informasi.
Dimana adanya majelis ilmu atau talim adalah untuk saling terbuka dan menimba segala sesuatu tentang ilmu yang belum kita ketahui.

Penafsiran Ayat
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قِيلَ لَكُمۡ تَفَسَّحُواْ فِي ٱلۡمَجَٰلِسِ
Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis"
       Lapangkan atau luaskanlah tempat duduk dalam majelis, agar orang lain yang baru datang bisa menduduki tempat tersebut (berbagi).
فَٱفۡسَحُواْ يَفۡسَحِ ٱللَّهُ لَكُمۡۖ وَإِذَا قِيلَ ٱنشُزُواْ فَٱنشُزُواْ

Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah
       Maka lapangkanlah karena barang siapa yang menanam maka ia akan memanen. Banyak sekali pemberian pahala dengan yang seperti ini. Itulah sebabnya allah berfirman Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu abbas dan yang ain bahwa mereka menafsirkan firman Allah SWT Apabila dikatakan kepadamu, Berlapang-lapanglah dalam majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dengan majelis-majelis dipeperangan. Dan mereka mengatakan lagi arti firman Allah SWT., Dan apabila dikatakan berdirilah kamu, maka berdirilah yaitu bangkit untuk berperang.
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
       Maksudnya adalah bahwa Allah akan mengangkat orang mukmin yang melaksanakan segala perintahnya dengan memberikan kedudukan yang khusus, baik dari pahala maupun keadilan-Nya. Singkatnya bahwa setiap orang mukmin dianjurkanagar memberikan kelapangan kepada sesama kawannyaitu datang belakangan, atau apabila dianjurkan agar keluar meninggalkan majelis, maka segera tinggalkanlah tempat itu, dan jangan ada prasangka bahwa perintah tersebut akan menghilanhkan haknya. Melainkan merupakan kesempatan yang dapat menambah kedekatan pada Tuhannya, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan setiap perbuatan yang dilakukan hambanya. Melainkan akan diberikan balasan yang setimpal di dunia dan akhirat. Dan Allah mengetahui setiap perbuatan yang baik dan buruk yang dilakukan hamba-Nya, dan akan membalasnya amal tersebut. Orang yang baik akan di balas dengan kebaikan. Demikian pula orang yang berbuat buruk akan dibalas buruk atau diampuni-Nya.

Kesimpulan Ayat
Bagaimana dalam ayat yang telah dijelaskan diatas yang menyetarakan antara orang yang beriman dengan orang yang berilmu memiliki derajat yang sama. Peranan ilmu dalam Islam sangat penting sekali. Karena tanpa ilmu, maka seorang yang mengaku mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam keimanannnya. Seorang muslim wajib mempunyai ilmu untuk mengenal berbagai pengetahuan tentang Islam baik itu menyangkut aqidah, adab, ibadah, akhlak, muamalah, dan sebagainya. Dengan memiliki pengetahuan dan pemahaman ilmu yang benar, maka diharapkan pengamalannya akan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Motivasi pendidikan dalam ayat ini sangatlah jelas, karena diterangkan bahwa Peranan ilmu dalam Islam sangat penting sekali. Karena tanpa ilmu, maka seorang yang mengaku mukmin, tidak akan sempurna bahkan tidak benar dalam keimanannnya”. Sedangkan barang siapa menuntut ilmu namun ia tidak beriman, sesungguhnya ia hanya menyia-nyiakan ilmu yang diperolehnya. 

Penafsiran QS. Al-Isra’ : 39

ذَٰلِكَ مِمَّآ أَوۡحَىٰٓ إِلَيۡكَ رَبُّكَ مِنَ ٱلۡحِكۡمَةِۗ وَلَا تَجۡعَلۡ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتُلۡقَىٰ فِي جَهَنَّمَ مَلُومٗا مَّدۡحُورًا ٣٩

Artinya :
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu, dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, (yang menyebabkan) kamu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam (dalam keadaan) tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).”

Kosakata  (المترادفات)
فَتُلْقَ     : Maka kamu dicampakkan.
مَلُوم     : Tercela.
مَّدْحُورًا : Terbuang.

Korelasi
Allah SWT telah mengajarkan kepada nabi Muhammad SAW sebagian hikmah/tata krama (dalam pergaulan). Maka sepatutnyalah kita menerapkannya dalam kehidupan kita, sesuai dengan ajaran Allah SWT yang diterapkan oleh Nabi Muhammad dalam hidupnya. Yaitu pada (Q.S Al-Isra; 23-41).
Dimana semua didalamnya mengandung unsur tasyji atau motivasi pendidikan :
Agar kita tidak menyembah selain Allah
Berbakti kepada orang tua, dimana tasjyian atau motivator kita yang paling utama adalah karena orang tua, berkat beliaulah kita bisa melanjutkan jenjang pendidikan dimana seharusnya kita membalas budi kepada kedua orang tua kita dengan cara memberikan prestasi belajar kita atau hal lainnya.
Kita sebagai manusia tidak seharusnya bersikap sombong dan angkuh. Kita menuntut ilmu karena semata selalu menyadari akan kehausan ilmu/mengetahui kadar kebutuhan ilmu, dan diatas langit masih ada langit. Maka, belajar atau berpendidikan itu sangatlah penting untuk menjadikan kita pribadi yang lebih berakhlak atau beretika. 

Penafsiran Ayat
مِنَ رَبُّكَ إِلَيْكَ أَوْحَىٰ مِمَّا ذَٰلِكَ الْحِكْمَةِ
“Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu, Allah SWT, berfirman bahwa akhlak mulia ini (hikmah) yang kami perintahkan kepadamu dan sifat-sifat hina yang kami melarangmu melakukannya merupakan sebgian perkara yang kami wahyukan kepadamu, hai Muhammad, agar kamu memerintahkan atau memberitahukan perkara itu kepada manusia.

وَلا آ إِلَٰهًا اللَّهِ مَعَ تَجْعَلْ خَرَ  فَتُلْقَىٰ   فِي  جَهَنَّمَ
Dan janganlah kamu mengadakan tuhan yang lain di samping Allah, (yang menyebabkan) kamu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam
       Janganlah kamu meyekutukan Allah, karena jika kamu melakukannya itulah yang menyebabkanmu dilempar kedalam neraka Jahnnam. Artinya, kelak nanti kamu akan mencela dirimu senidiri.
مَدْحُورًا مَلُومًا
tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah)
Dan Allah beserta semua makhluk akan mencelamu dan dijauhkan kamu dari semua kebaikan. Ibnu Abbas dan Qatadah mengatakan yang dimaksud adalah dijauhkan atau dihindari dari Rahmat Allah khitab dalam ayat ini adaah memang ditujukan kepada Rasulullah SAW, tetapi makna yang dimaksud ialah untuk umatnya, mengingat Rasulullah SAW adalah seseorang yang dimasum dari segala dosa atau perbuatan hina.
Kesimpulan Ayat
Kolaborasi antara akhlak dan materi ilmu yang disampaikan dalam pengimplikasian di dunia pendidikan sangatlah penting, itulah mengapa penjelasan dalam ayat ini yaitu berupa hikmah, hikmah yang terkandung didalamnya adalah dimana seseorang itu dituntut memiliki akhlak yang baik, karena dengan begitu seseorang dapat diukur ilmunya melalu etika atau tingkah lakunya. Pendidikan yang baik adalah ketika praktek dan teori yang diberikan tersebut bisa sangat balance. Dan perpaduan pemberian talim dan juga tadib/tarbiyah. Pendidik dan peserta didik haruslah bekerja sama agar apa yang dituju dalam pendidikan dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan segala yang telah diterapkan.

























DAFTAR PUSTAKA

Al-Ashabuni. Shafwa Al-Tafasir. Dar Ihya Al-Turats Al-Arabi, Beirut 1998.
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa.  Tafsir Al-Maraghi. CV Toha Putra, Semarang 1993
Ar-Rifai, Nasib Muhammad. Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2,3,4. Gema Insani Press, Jakarta 1999.
Shihab, Muhammad Qurays, Tafsir Al-Misbah Volume 6. Lentera Hati, Jakarta,  2000
Abdurrahman, Jalaluddin As-Suyuti, Asbabun Nuzul. Muassasu Al-Kutub Al-Tsaqafiyah, Beirut  2002.
Nata, Abudin. Ilmu dan Pendidikan Islam. Gaya media Pratama, 2001

Potensi belajar dalam Al qur'an( kel.5)

POTENSI BELAJAR DALAM AL-QURAN
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Qiro’ah Kutub Tafsir Tarbawi yang diampu oleh Bapak Darul Muntaha
                                    

Disusun oleh :
Setiono
Najwati Wihdah
Siti Uswatun Khasanah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS SAINS AL QURAN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
TAHUN 2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini .makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Qiro’ah Kutub Tafsir Tarbawi.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Darul Muntaha, selaku dosen  pengampu mata kuliah Qiro’ah Kutub Tafsir Tarbawi. yang telah memberikan waktu yang panjang guna menyelesaikan makalah ini.

Kami merasa masih ada banyak kekurangan dalam pembuatan makalah kami ini, maka dari itu kami meminta maaf sebesar-besarnya atas keterbatasan kemampuan kami sehingga kritikan dan saran yang sifatnya membangun tetap kami butuhkan.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini berguna bagi smua pembaca.

Wonosobo, 3 November 2016

Penulis
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Belajar adalah kunci yang paling vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tidak pernah ada pendidikan. Perubahan dan kemampuan untuk berubah merupakan batasan dan makna yang terkandung daalam belajar. Karena kemampuan berubahlah, manusia terbebas kebodohan.
Kemampuan belajar atau potensi belajar oleh manusia itu sudah ada semenjak lahir, yaitu dengan diberikan pendengaran, penglihatan dan lain sebagainya. Sehingga dengan belajar manusia mampu memainkan peranan penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Akibat persaingan tersebut, kenyataan tragis juga bisa terjadi karena belajar.
Berdasarkan fakta di atas, perlu rasanya kita mengkaji potensi-potensi belajar manusia yang ada dalam Al-Quran yang mesti dikembangkaan sehingga mampu menciptakan individu yang cinta ilmu dan yang akan membawa perubahan dan memakmurkan dunia ini, bukan malah menimbulkan kemudharatan di muka bumi ini.

RUMUSAN MASALAH
Apa saja ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang potensi belajar?
Bagaimaana mufassirin dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran tentang potensi belajar?
Apa saja kandungan tarbawi (nilai pendidikan) dari ayat-ayat Al-Quran tentang potensi belajar?

PEMBAHASAN
QS. AN-NAHL AYAT 78
Ayat dan Terjemahan
وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡ‍ٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٧٨
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”

Penjelasan Ayat
Dalam bagian tentang nikmat, al-quran mula-mula membicaran nikmat pengetahuan dan sarana memperoleh pengetahuan. Al-Quran mengatakan:
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun,
Secara pasti, dalam lingkungan terbatas dan tidak terbuka, kebodohan memang dapat ditoleransi. Tetapi di alam semesta yang luas ini, kebodohan seperti itu mustahil bertahan. Karena itu, di antara sarana-sarana untuk mengenali alam, yakni mata, telinga dan akal diberikan kepada kita, agar mau memahami kenyataan-kenyataan hidup dan nikmat-nikmat agung tersebut, sehingga tergugahlah rasa syukur kita kepada Sang Pencipta yang Pemurah, lalu kita bersyukur kepada-Nya dengan selayaknya.
Ayat di atas mengatakan:
Dan Dia menjadikan bagimu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.
Salah satu cara untuk mengungkapkan rasa syukur atas sesuatu adalah dengan menggunakannya secara benar.
Cara yang benar untuk mengungkapkan rasa syukur karena mempunyai mata dan telinga adalah dengan mencari pengetahuan. Sebab ayat diatas mula-mula mengatakan bahwa manusia (pada dasarnya) tidak mengetahui. Allah-lah yang memberinya mata dan telinga agar bersyukur, yakni mencurahkan hidup untuk mencari pengetahuan.

Nilai Tarbawi
Adapun nilai pendidikan yang dapat kita petik dari ayat di atas yaitu:
Dalam ayat ini manusia memiliki unsur material (jasmani) dan immaterial (ruhani/akal dan jiwa). Pembinaan akalnya menghasilkan ilmu, pembinaan jiwanya menghasilkan kesucian dan etika, sedangkan pembinaan jasmaninya menghasilkan ketrampilan.

QS. AR-RUM AYAT 30
Ayat dan Terjemah
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفٗاۚ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٣٠
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”

Penjelasa Ayat
فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ (maka hadapkanlah wajahmu), yang dimaksud aadalah perintah untuk mempertahankan dan meningkatkan upaya menghadapkan diri kepada Allah.
فِطۡرَتَ (fitrah; asal kejadian; bawaaan sejak lahir) terambil dari kaata fathara yang berarti menciptaa. Sementara pakar lain menambahkan, fitrah adaalah menciptakan sesuatu pertama kali tanpa ada contoh sebelumnya. Ada yang berpendapat bahwa fitrah yang dimaksud adalah keyakinan tentang keesaan Allah Swt yang telah ditanamkan Allah dalam diri setiap insan.

Berjalanlah tetap di atas jalan agama yang telah dijadikan syariat oleh Allah untuk engkau. Agama itu adalah agama yang disebut hanif, yang sama artinya dengan al-mustaqim yaitu lurus.
Kepercayaan atas adanya Allah adalah fitrah dalam jiwa dan akal manusia.

Nilai Tarbawi
Kalimat فَأَقِمۡ وَجۡهَكَ memberikan makna bahwa seoraang murid ketika belajar harus memperhatikan dan menyimak dengan baik apa yang disampaikan oleh guru, focus pada materi pelajaran.
حَنِيفٗا mengisyaratkan bahwa seorang guru harus berkepribadian lurus (jujur dan amanah) tidak terpengaruh oleh sifat-sifat buruk orang lain.
Kalimat fitrah mengisyaratkan bahwa guru harus menanamkan kepada muridnya secara terus menerus atas keyakinannya tentang kekuasaan Allah Swt.
Kalimat ٱلۡقَيِّمُ menunjukan bahwa guru harus memiliki kemantapan dalam mengajar dan memiliki kekuatan dalam menghadapi segala tantangan, siswa harus memiliki kemantapan dalam belajar dan memiliki kekuatan dalam berkompetensi atau bersaing dengan yang lainnya.

QS. AL-HAJ AYAT 46
Ayat dan Terjemah
أَفَلَمۡ يَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَتَكُونَ لَهُمۡ قُلُوبٞ يَعۡقِلُونَ بِهَآ أَوۡ ءَاذَانٞ يَسۡمَعُونَ بِهَاۖ فَإِنَّهَا لَا تَعۡمَى ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَلَٰكِن تَعۡمَى ٱلۡقُلُوبُ ٱلَّتِي فِي ٱلصُّدُورِ ٤٦
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.”

Penjelasan Ayat
Perjalanan dengan tujuan memperluas ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang berharga, yang akan membawa pada perkembangan ilmu pengetahuan.
Lebih buruk dari kebutaan mata adalah butanya hati yang tidak memperoleh penglihatan dari nasihat-nasihat.
Allah menjelaskan bahwa mereka tidak bisa diharapkan untuk beriman, karena hati mereka telah buta, sehingga tidak dapat melihat dalil-dalil.
Dalam ayat ini membicarakan hati dan telinga. Secara tidak langsung, ini menyatakan bahwa untuk memahami kenyataan, hanya terdapat dua cara; entah manusia haarus memiliki sesuatu dalam dirinya, yang dengannya ia dapat menganalisis masalah-masalah dan memperoleh hasil yang diperlukan atau mendengarkan nasihat orang-orang yang baik, nabi-nabi Tuhan, dan para penegak kebenaran, atau dapat menggunakan keduanya untuk memperoleh fakta-fakta.

Nilai Tarbawi
Hati digunakan untuk memahami segala sesuatu.
Telinga yaitu indera yang digunakan untuk mendengarkan. Dengan adanya telinga, seorang menjadikannya untuk mendengar informasi apapun, belajar, mendengarkan penjelasan guru dengan seksama, sehingga mendapatkan ilmu yang bermanfaat.

QS. AS-SAAJDAH AYAT 7-9
Ayat dan Terjemah
ٱلَّذِيٓ أَحۡسَنَ كُلَّ شَيۡءٍ خَلَقَهُۥۖ وَبَدَأَ خَلۡقَ ٱلۡإِنسَٰنِ مِن طِينٖ ٧ ثُمَّ جَعَلَ نَسۡلَهُۥ مِن سُلَٰلَةٖ مِّن مَّآءٖ مَّهِينٖ ٨ ثُمَّ سَوَّىٰهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِن رُّوحِهِۦۖ وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡ‍ِٔدَةَۚ قَلِيلٗا مَّا تَشۡكُرُونَ ٩
7. “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah”
8. “Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina”
9. “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”

Penjelasan Ayat
Ayat di atas melukiskan sekelumit dari substansi manusia. Makhluk ini terdiri dari tanah dan ruh Ilahi. Karena tanah, sehingga manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam, sama halnya dengan makhluk-makhluk hidup di bumi lainnya. Ia butuh makan, minum dan lain-lain.
Kalimat مِن رُّوحِهِۦ (dari ruh-Nya) yakni ruh Allah. Ini bukan berarti ada bagian Ilahi yang dianugrahkan kepada manusia. Karena Allah tidak terbagi, tidak juga terdiri dari unsur-unsur. Yang dimaksud adalah ruh ciptaan-Nya.
Ruh pun memiliki kebutuhan-kebutuhan agar dapat terus menghiasi manusia. Dengan ruh, manusia diantar menuju tujuan non materi yang tidak dapat diukur di laboratorium, tidak juga dikenal oleh alam materi.

Nilai Tarbawi
ٱلَّذِيٓ أَحۡسَنَ كُلَّ شَيۡءٍ خَلَقَهُۥ mengisyaratkan bahwa seorang guru dan murid harus berkarya dengan sebaik-baiknya (berkualitas), mengerjakan sesuatu harus dengan sebaik-baiknya.
Kalimat ٱلسَّمۡعَ (pendengaran) agar kamu dapat mendengar kebenaran, mendengarkan pelajaran.
Kalimat penglihatan, agar kamu dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah. Memperhatikan ciptaan Allah dan dengannya kita mendapatkan ilmu pengetahuan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan.

PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan ayat-ayat di atas, maka dapat kita simpulkan, bahwasanya manusia telah diberikan potensi-potensi oleh Allah SWT yang terdapat dalam organ-organ fisio-psikis manusia yang berfungsi sebagai alat-alat penting untuk melakukan kegiatan belajar. Adapun ragam alat fisio-psikis itu seperti terungkap dalam beberapa firman Allah SWT tersebut, sebagai berikut:
Indera pendengaran (telinga), yaitu alat fisik yang berguna untuk menerima informasi visual, agar kamu dapat mendengar kebenaran yang datang dari Allah, kita dapat mendengar ilmu yang mesti kita pelajari.
Indera penglihatan (mata), yaitu alat fisik yang berguna untuk menerima informasi verbal, agar kamu dapat melihat tanda-tanda kebesaran Allah. Berarti kita dapat melihat alam sekitar dan belajar dengan baik.
Akal, yaitu potensi kejiwaan manusia berupa sitem psikis yang kompleks untuk menyerap, mengolah, menyimpan dan memproduksi kembali item-item informasi dan pengetahuan (ranah kognitif), gabungan daya fikir dan daya kalbu, yang menjadikan seseorang terikat, sehingga tidak terjerumus dalam kesalahan dan kedurhakaan; potensi untuk meraih ilham dan percikan cahaya Ilahi.
Hati, yaitu akal sehat dan hati suci, kebebaasan berfikir jernih, potensi untuk menemukan sendiri kebenaran, serta mengikuti keterangan orang terpercaya dalam hal kebenaran.

DAFTAR PUSTAKA
Allamah Kamal Faqih Imani, TAFSIR NURUL QURAN, Terj. Ahsin Muhammad, Jakarta: Al-Huda, 2006
http://cecepabdulaziz.blogspot.co.id/2014/09/potensi-belajar-dalam-al-quran.html

Kewajiban mengajar dalam Al qur'an ( kel.4 )

KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan berlimpah nikmat berupa kesehatan jasmani maupun rohani kepada Kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Sholawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad SAW.
Kami menyadari tersusunnya makalah ini bukanlah semata-mata hasil jerih payah kami sendiri, melainkan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, Kami menghaturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu Kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan menjadikan amal sholeh bagi semua pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin Ya Rabbalalamin.






BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Didalam kehidupan ini Allahlah yang menjadi pengajar yang pertama, yang mana untuk yang pertama kalinya Allah mengajar kepada Rosulullah melalui malaikat jibril. Kita manusia sebagai makhluk yang sempurna diberi beban serta tanggung jawab mengajar atau memberi pengetahuan kepada orang-orang disekitar kita terutama orang-orang terdekat kita yakni untuk membimbing mereka kepada arah yang lebih baik. Di dalam Al-Quran terdapat ayat-ayat yang menjelaskan tentang kewajiban mengajar bagi orang-orang yang mampu mengajar kepada orang orang yang belum ataupun kurang mengetahui,.di antaranya Q.S. Al Mudatsir 1-7, Q.S. Asy Syuara 26: 214, Q.S. Al Imran 79, dan Q.S. Al Imran 104
Rumusan Masalah
Bagaimana penjelasan tentang kewajiban mengajar Q.S. Al Mudatsir 1-7?
Bagaimana penjelasan tentang kewajiban mengajar Q.S. Asy Syuara 26: 214?
Bagaimana penjelasan tentang kewajiban mengajar Q.S. Al Imran 79, dan Q.S. Al Imran 104?














BAB II
PEMBAHASAN
Kewajiban Mengajar Dalam Al Quran
Diwajibkan oleh Allah swt sebagai salah satu kegiatan dakwah yang mana mampu mengajak manusia kepada yang ma`ruf dan mencegah manusia dari hal yang munkar. Setelah turun ayat dalam surat Al-Alaq perintah belajar, wahyu Allah berikutnya perintah mengajar yaitu Allah menjelaskannya dalam beberapa surah Al-Quran diantaranya adalah:
QS. Al Mudatsir 1-7
Ayat QS. Al Mudatsir 1-7

يَاأَيُّهَا الْمُدَّثِّر(1) قُمْ  فَأَنْذِرْ(2ْوَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3) وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4) وَالرُّجْزَفَاهْجُرْ (5)                                                                       فَاصْبِرْ(7)   وَلِرَبِّكَ
Artinya :
“Wahai yang berselimut. Bangkitlah dan berilah peringatan, Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan dosa maka tinggalkanlah. Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak. Dan hanya kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah”
Penjelasan Ayat QS. Al Mudatsir 1-7

يَاأَيُّهَا الْمُدَّثِّر(1)
`Wahai yang berselimut (Nabi Muhammad)
Kata الْمُدَّثِّرُ terambil dari kata yang berarti mengenakan yaitu sejenis kain yang diletakkan diatas baju yang dipakai dengan tujuan menghangatkan dan atau dipakai sewaktu berbaring tidur(selimut).
Dalam hal tersebut mengandung pemahaman kata “berselimut” dalam arti yang hakiki, bukan dalam arti kiasan seperti berselubung dengan pakaian kenabian, atau dengan akhlak yang mulia. Bila kalimat orang yang berselimut dikaitkan dengan hal yang lebih jauh dengan sebab turunnya ayat, maka arti yang ditunjuk oleh peristiwa adalah orang yang diselimuti, yang mana yang menyelimuti adalah istri beliau, Khodijah ra.

(فَأَنْذِرْ(2ْ قُمْ
Bangkitlah dan berilah peringatan
Kata قُمْ terambil dari kata yang mempunyai banyak bentuk. Secara umum, kata-kata yang dibentuk dari akar kata tersebut diartikan sebagai “melaksanakan sesuatu secara sempurna berbagai seginya.” Karena itu, perintah diatas menuntut kebangkitan yang sempurna, penuh semangat, dan percaya diri, sehingga yang diseru dalam hal ini Nabi Muhammad saw harus membuka selimut, menyingsingkan lengan baju untuk berjuang menghadapi kaum musyrikin.
Kata أَنْذِرْ berasal dari kata yang mempunyai banyak arti antara lain, sedikit, awal sesuatu dan janji untuk melaksanakan sesuatu bila terpenuhi syaratnya. Pada ayat di atas, kata ini biasa diterjemahkan peringatkanlah. Yang didefinisikan sebagai penyampaian yang mengandung unsure menakut-nakuti. Yang maan peringatan yang disampaikan itu merupakan sebagian kecil serta pandahuluan dari sesuatu hal yang besar dan berkepanjangan.
Adapun kata `peringatan` pada ayat ini, para ulama berbeda pendapat tentang objek yang diperingati karena ayat tersebut tidak menyebutkannya. Ada pula yang berpendapat bahwa pada dasarnya perintah disini belum ditunjukkan kepada siapapun. Yang penting adalah melakukan peringatan, kepada siapa saja. Adapun kandungan peringatan, berdasarkan petunjuk ayat ayat yang menggunakan redaksi yang sama dengan ayat ini, dapat kita katakan bahwasanya peringatan tersebut menyangkut siksa di hari kemudian.
وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3)
Dan Tuhanmu agungkanlah.
Dan karena peringatan itu akan menimbulkan suatu kebencian dan gangguan dari yang diperingati, maka pada ayat ke 3 ini bahwa dan bersamaan dengan itu hanya Tuhan Pemelihara dan Pendidikmu, dan apapun yang terjadi maka agungkanlah.
Huruf فَ pada ayat diatas demikian juga ayat-ayat berikut sengaja dicantumkan, karena dalam kandungan redaksi ayat-ayat tersebut terdapat semacam sarat, yang oleh banyak ulama’ dinyatakan sebagai apapun yang terjadi dan yang semakna dengan nya.
Kata رَبَّك pada tersebut mendahului kata كَبِّر . hal tersebut untuk menggambarkan bahwa perintah takbir(mengagungkan) hendaknya hanya diperuntukkan bagi-Nya.
Ketika seorang mengucapkan takbir, pada hakikatnya ada dua hal yang seharusnya ia capai. Pertama pernyataan keluar menyangkut sikap batinnya tersebut. Kedua, mengatur sikap lahirnya sehingga disetiap langkahnya berada dalam kerangka makna kalimat tersebut. Dan dampak dari kedua hal ini adalah terhujamnya ke dalam jiwa rasa memiliki serta kesediaan mempertahankan hakikat yang diucapkannya itu disamping tertanamnya kesadaran akan kecil dan remehnya segala sesuatu selainNya.
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ (4)
Dan pakaianmu bersihkanlah
Dan ayat keempat ini adalah ayat yang mengandung petunjuk yang diterima oleh Rasulullah saw dalam rangka melaksanakan tugas tabligh, setelah petunjuk pada ayat pertama dan ayat ketiga ditekankan keharusan mengkhususkan pengagungan (takbir) hanya kepada Allah swt. Ayat tersebut menyatakan: dan pakaianmu, bagaimanapun keadaanmu maka bersihkanlah.
Kalau dalam petunjuk pertama dan ayat ketiga ditekankan pembinaan jiwa dan sikap mental. Dalam ayat keempat ini yang ditekankan adalah penampilan lahiriyah demi menarik simpati mereka yang diberi peringatan dan bimbingan.
Kata ثِيَابَ adalah bentuk jamak dari kata/ pakaian. Disamping makna tersebut ia juga digunakan sebagai majas dengan makna antara lain: hati, jiwa, usaha, badan, budi pekerti keluarga dan istri.
Kata طَهِّر adalah bentuk perintah, dari kata طَهِّرْ yang berarti membersihkan dari kotoran. Kata ini juga dapat dipahami dalam arti majas yaitu menyucikan diri dari dosa atau pelanggaran. Hal ini menjadikan kedua kata tersebut menjadi makna yang hakiki karena memperhatikan konteks yang merupakan sebab nuzul ayat ini menjelaskan bahwa ketika turunnya, Nabi Muhammad bertekuk lutut dan terjatuh ke tanah (sehingga tentu mengakibatkan kotornya pakaian baliau) saat ketakutan melihat malaikat jibril.
وَالرُّجْزَفَاهْجُرْ (5)
Dan dosa maka tinggalkanlah
Petunjuk yang ketiga adalah dan dosa yakni menyembah berhala betapapun hebatnya atau banyaknya orang yang menyembahnya maka tinggalkanlah.
Kata الرُّجْزَ (dengan dhommah pada ro) atau الرُّجْزَ (dengan kasroh pada ro) keduanya merupakan cara yang benar untuk membaca ayat ini, ulama mengartikan dosa/ berhala. Kata فَاهْجُرْ   terambil dari kata هْجُرْ hajaro yang digunakan untuk menggambarkan “sikap meninggalkan sesuatu karena kebencian kepadanya” Dari akar kata ini dibentuk akat hijroh, karena nabi dan sahabatnya meninggalkan mekkah atas dasar ketidak senangan beliau terhadap perlakuan penduduk. Kata   hajiroh berarti tengah hari karena pada saat itu pemakai bahasa ini meninggalkan pekerjaannya akibat teriknya panas matahari yang tidak mereka senangi.
وَلَا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ (6)
Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak.
Ayat ini merupakan petunjuk kelima dalam rangkaian petunjuk-petunjuk Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad demi suksesnya tugas-tugas dakwah.
Kata تَمْنُنْ terambil dari kata منن manana yang dari segi asal pengertianya berarti memutus atau memotong. Sesuatu yang rapuh, tali yang rapuh dinamai karena kerapuhannya menjadikan ia mudah putus. Pemberian yang banyak dinamai karena itu mengandung arti banyak sehingga seakan-akan ia tidak putus-putus. Makanan yang diturunkan kepada Bani Isroil dinamai karena ia turun dalam bentuk kepingan terpotong-potong. Sedangkan menyebut-nyebut pemberian dinamai karena ia memutuskan ganjaran yang sewajarnya diterima oleh pemberinya.

Dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa paling tidak 4 pendapat ulama tafsir tentang ayat ini:
Jangan merasa pesimis untuk memperoleh kebaikan yang banyak
Jangan memberikan sesuatu dengan tujuan mendapatkan yang lebih banyak.
Janganlah memberikan sesuatu dan menganggap bahwa apa yang engkau berikan itu banyak.
Jangan menganggap usahamu (berdakwah) sebagai anugerah kepada manusia, karena dengan demikian engkau akan memperoleh yang banyak. Perolehan yang banyak bukan bersumberdari manusia tapi tapi berupa ganjaran dari Allah.
Pendapat yang tepat untuk Ayat ini adalah yang ke4 yakni Allah meletakan beban tanggung jawab diatas pundak Nabi guna menyampaikan dakwahnya tanpa pamrih atau tidak menuntut suatu imbalan duniawi.
                                                                       فَاصْبِرْ(7)   وَلِرَبِّكَ
Dan hanya kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah.
Pada ayat ketujuh terdapat kalimat `fashbir` yakni mencakup perintah untuk bersabar. Kita kembali mempertanyakan apa yang dimaksud dengan kalimat `wa lirabbika` yang diterjemahkan dengan karena Tuhanmu saja. Kalimat ini menuntut kesabaran dilaksanakan oleh para Nabi saw semata mata karena Allah swt, bukan karena sesuatu yang lain. Misalnya diiming imingi dengan pencapaian target, dalam hal ini target keislaman umat manusia. Mengapa demikian? Karena kesabaran dalam perjuangan dapat memudar apabila hasil yang ditargetkan terlalu besar bila dibandingkan dengan sarana dan prasarana yang dimiliki. Tetapi apabila yang menjadi tujuan adalah perjuangan itu sendiri terlepas dari apapun hasilnya- maka ia akan terus berlanjut, baik apa yang diharapkan itu tercapai atau tidak.






Q.S Asy Syu’ara 26: 214 (proses belajar mengajar)
Ayat Q.S Asy Syu’ara 26: 214
وَأَنْذِرْعَشِيرَ تَكَ الْأَقْرَبِينَ
Artinya:
Dan berilah peringatan kepada kerabat kerabatmu yang terdekat
Quraisyh Shihab : (2002 : 356) menjelaskan bahwa : menurut Ibnu Asyur, ayat ini tertuju kepada Nabi Muhammad saw. Kata `asyirah berarti anggota suku yang terdekat. Ia terambil dari kata Aasyaro yang berarti saling bergaul karena anggota suku yang terdekat atau keluarga adalah orang yang sehari hari saling bergaul.
Sedangkan kata al aqrabiin yang menyifati kata `asyirah merupakan penekanan sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka yang dekat.
Demikianlah ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah saw dan umatnya agar tidak mengenal pilih kasih atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal pemberian peringatan. Ini berarti Nabi saw dan keluarga beliau tidak kebal hukum juga tidak lepas dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas dasar kekerabatan kepada Rasulullah saw, karena semua adalah hamba Allah swt tidak ada perbedaan antara keluarga atau orang lain. Bila ada kelebihan yang berhak mereka peroleh, itu disebabkan keberhasilan mereka mendekat kepada Allah swt dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.
Asbabun nuzul ayat:
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat  وَأَنْذِرْعَشِيرَ تَكَ الْأَقْرَبِينْ  Rosulullah saw memulai dakwahnya kepada keluarga serumahnya, kemudian keluarga yang terdekat. Hal ini menyinggung perasaan kaum muslimin (merasa terabaikan) sehingga Allah menurunkan ayat selanjutnya (26:215) sebagai perintah untuk juga memperhatikan kaum muminin lainnya. Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij.




Q.S. Al Imran 79
مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ االلَّهُ لْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّا سِ كُونُواعِبَادً ا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا ربَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تدْرُسُونَ

Artinya : Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al Kitab, hukum dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia :`Hendaklah kamu menjadi penyembah penyembahku bukan penyembah Allah. Akan tetapi ia berkata : Hendaklah kamu menjadi orang orang rabbani karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya`.
Kata ثُمَّ yakni kemudian yang diletakkan antara uraian tentang anugerah –anugerah-Nya dan pernyataan bahwa mereka menyuruh orang untuk menyembah manusia. Kata kemudian itu untuk mengisyaratkan betapa jauh ucapan demikian dari sifat-sifat mereka, dan betapa ucapan tersebut tidak masuk akal.
Kata terambil dari kata yang memiliki aneka makna, antara lain pendidik dan pelindung. Jika kata ini berdiri sendiri, maka yang dimaksud tidak lain adalah Allah SWT.Jika kata ini ditambah huruf ya maka dinisbahkan. Dan apabila untuk penekanan pada sifat maka dalam bahasa arab ditambah juga sebelum huruf ya dengan huruf alif dan nun sehingga menjadi rabbani sebagaimana bunyi ayat tersebut.
Dengan makna bahwa mereka yang diberi kitab, hikmah dan kenabian menganjurkan semua orang agar menjadi rabbani, dalam arti semua aktivitas, gerak dan langkah, niat dan ucapan kesemuanya sejalan dengan nilai-nilai yang dipasankan olah Allah SWT. Yang Maha Pemelihara dan Pendidik itu.
Kata   تدْرُسُونَ digunakan untuk meneliti sesuatu guna diambil manfaatnya. Dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya seorang rabbani paling tidak melakukan 2 hal. Pertama, terus menerus mengajar kitab suci al Quran, dan kedua terus menerus memperlajarinya. Bahwa seorang rabbani harus terus menerus mengajar karena manusia tidak luput dari kekurangan.
Di sisi lain, Rabbani bertugas terus menerus membahas dan mempelajari kitab suci Al Quran karena firman Allah yang tertulis sedemikian luas kandungan maknanya sehingga semakin digali semakin banyak yang diraih, walaupun yang dibaca adalah teks yang sama. Jika demikian, seorang tidak boleh berhenti belajar, meneliti, membahas, baik objeknya alam raya maupun kitab suci. Nah, yang ditemukan dalam bahasan ataupun penelitian itu hendaknya diajarkan pula sehingga berhenti antara mengajar dan meneliti dalam suatu lingkaran yang tidak terputus kecuali dengan putus lingkarannya. Yaitu kematian seseorang.
Asbabunuzul ayat : Diriwayatkan oleh ibnu Ishaq dan baihaqi yang bersumber dari ibnu Abbas : dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika pendeta-pendeta kaum yahudi dan kaum nashara Najran berkumpul dihadapan Rosulullah saw dan diajak masuk islam, berkatalah Abu Rafi Al- Quradzi:  Apakah tuan menginginkan agar kami menyembah tuan seperti nashara menyembah Isa? , Rosulullah menjawab: Maadzallah (Aku berlindung kepada Allah dari pada itu). Maka Allah menurunkan ayat 79,80 sebagai sanggahan bahwa tiada seorang nabipun yang mengajak umatnya untuk menyembah dirinnya sendiri.
Q.S. Al Imran 104
أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ اْلمُفْلِحُونَ وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ
Artinya : `Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat manusia yang mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang orang yang beruntung`
Kata مِنْكُمْ pada ayat tersebut, ada ulama yang memahami dengan arti sebagian, dengan demikian perintah berdakwah yang dipesankan olah ayat tidak tertuju pada setiap orang. Ada pula ulama yang memfungsikan kata   مِنْكُمْ dalam arti penjelasan, sehingga ayat ini merupakan perintah kepada setiap orang muslim untuk melakukan tugas dakwah, sesuai dengan kemampuannya.
Karena itu, lebih tepat memahami kata مِنْكُمْ pada ayat diatas dalam arti sebagian kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat mengingatkan. Berdasarkan firman Allah surat al-Asyr yang menilai semua manusia dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal soleh serta saling ingat mengingatkan tentang kebenaran dan ketabahan.
Dalam ayat tersebut terdapat dua kata yang berbeda dalam rangka perintah dakwah. Pertama يَدْعُونَ yakni mengajak dan yang kedua ya’muruna yakni memerintahkan. Apa yang diperintahkan oleh ayat tersebut berkaitan dengan dua hal, mengajak berkaitan dengan al-khoir sedangkan memerintahkan berkaitan dengan perintah melakukan yang berkaitan dengan al-makruf, sedangkan perintah untuk tidak melakukan yakni melarang dikaitkan dengan al-munkar.







































BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Seorang Rabbani yang berilmu, harus mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki dan dikuasainya. Ia pun harus sesegera mungkin mengajak orang orang yang terdekatnya untuk terus menerus membaca dan memahami Al Quran. Karena mengajak mereka kepada yang maruf dan mencegah kepada hal yang munkar adalah salah satu bahan dakwah yang selalu diwajibkan kepada hambaNya. Dalam dakwah dan memberi peringatan kepada manusia, bukanlah sesuatu yang mudah, namun diperlukan rasa sabar. Maka dalam firman Allah disebutkan `fashbir` maka bersabarlah. Karena orang yang mengamalkan ilmunya, lebih tinggi kedudukannya.

Saran
Kita sebagai pendidik sekaligus peserta didik, banyak yang bisa kita petik dalam pelajaran ini. Salah satunya adalah motivasi yang bisa meningkatkan gairah dan semangat kita untuk terus berupaya mencerdaskan bangsa, yang bisa kita gunakan untuk bahan dakwah. Semoga kita mampu mengajak mereka kepada yang maruf dan mampu menahan mereka dari segala sesuatu yang munkar. Amin.





DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi.1990.tafsir jalalain berikut asbaabun nuzul ayat. bandung: sinar baru
Jalaluddin as-suyuthi. 2008. Sebab Turunnya Al-Quran, terj. Jakarta: Gema Insani
KH.Qamaruddin Sholeh. Asbabun Nuzul .Bandung: Diponegoro
Shihab, M.quraisy.2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera hati