DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Pembelajaran
BAB II : PEMBAHASAN :
METODE PEMBELAJARAN DALAM AL-QUR’AN
QS. Al-Maidah ayat 67
QS. An-Nahl ayat 125
QS. An-Nahl ayat 11-13
QS. Al-A’raf ayat 176-177
QS. Ibrahim ayat 24-25
QS. Al-ankabut ayat 46
BAB III : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna. Kesempurnaan islam dapat dilihat dari Al-Qur’an yang merupakan sumber hokum dan pedoman hidup bagi setiap muslim. Didalam Al-Qur’an juga mencakup ayat-ayat tentang pendidikan atau tarbiyah, baik secara tersirat maupun tersurat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuh kembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaiatan dengan yang lainya, yaitu belajar (learning) dan pembelajaran (intruction). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik.
Mengajar merupakan istilah kunci yang hamper tak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan karena keeratan hubungan antara keduanya. Metodologi mengajar dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara/mengajar gurunya. Jika cara mengajar gurunya enak menurut siswa, maka siswa akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan santunnya, motorik dan gaya hidupnya.
Tujuan
Membahas serta menhkaji mengenai ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan Metode Pembelajaran, yaitu Al-Maidah ayat 67, An-Nahl ayat 125, An-Nahl ayat 11-13, Al-A’raf ayat 176-177, Ibrahim ayat 24-25, Al-Ankabut ayat 46.
Mengetahui Asbabun Nuzul dan tafsir/penjelasan dari ayat-ayat tersebut.
Menjelaskan nilai-nilai tarbawi yang terkandung dalam ayat-ayat yang dibahas tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
METODE PEMBELAJARAN DALAM AL-QUR’AN
Surah al-Maidah ayat 67
۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلرَّسُولُ بَلِّغۡ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَۖ وَإِن لَّمۡ تَفۡعَلۡ فَمَا بَلَّغۡتَ رِسَالَتَهُۥۚ وَٱللَّهُ يَعۡصِمُكَ مِنَ ٱلنَّاسِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٦٧
Artinya : “Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”.
Penjelasan ayat
Kisah ini diceritakan sangat indah oleh Ibnu Katsir dalam menafsirkan Surat Al-Maidah ayat 67 ini. Beliau menguraikan: Pada awalnya Nabi merasa takut untuk menyampaikan risalah kenabian. Namun, karena ada dukungan lansung dari Allah maka keberanian itu muncul. Dukungan dari Allah sebagai pihak pemberi wewenang menimbulkan semangat dan etos dakwah nabi dalam menyampaikan risalah. Nabi tidak sendirian, di belakangnya ada semangat “Agung”, ada pemberi motivasi yang sempurna yaitu, Allah SWT. Begitu pun dalam proses pembelajaran harus ada keberanian, tidak ragu-ragu dalam menyampaikan materi. Sebab penyampaian materi sebagai pewarisan nilai merupakan amanat agung yang harus diberikan. Bukankah nabi berpesan ; “yang hadir hendaknya menyampaikan kepada yang tidak hadir”.
Sehingga Allah berfirman sebagai penegasan dukungan keselamatan: وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ = Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.
Asbabun Nuzul
Abu Huraira R.A menuturkan bahwa ketika Rasulullah saw beserta para sahabatnya tiba di sebuah desa, mereka (para sahabat) melihat sebatang pohon besar untuk berteduh, dan mereka menyarankan kepada Rasulullah saw untuk berteduh di bawahnya untuk sesaat. Rasulullah saw pun mengiyakan saran para sahabatnya, dan tidur di bawahnya, sedang para sahabat tidur di tempat lain. Saat Rasulullah saw sedang tertidur, tiba-tiba datang seorang badui dengan menghunus pedang dan membangunkan Rasulullah saw sambil berkata, “Wahai Rasulullah, sekarang katakana padaku, siapa ya g dapat menyelamatkanmu dariku?” Beliau menjawab “Allah”. Maka turunlah ayat di atas. (Hadist Hasan, riwayat Ibnu Hibban).
Relevansi dengan pendidikan
Surat Al-Maidah ayat 67
Nilai tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas, yaitu bahwa metode tabligh adalah suatu metode yang dapat diperkenalkan dalam dunia paendidikan modern. Yaitu suatu metode pendidikan dimanaguru tidak sekadar menyampaikan pengajaran kepada murid, akan tetapi dalam metode itu terkandung beberapa persyaratan guna terciptanya efektivitas proses belajar mengajar. Beberapa persyaratan yang dimaksud adalah :
Aspek kepribadian guru yang selalu menampilkan sosok uswah hasanah, suri tauladan yang baik bagi murid-muridnya.
Aspek kemampuan intelektual yang memadai.
Aspek penguasaan metodologis yang cukup sehingga mampu meraba dan membaca kejiwaan dan kebutuhan murid-muridnya.
Aspek spiritualitas dalam arti pengamal ajaran Islam yang istiqomah.
Apabila keempat persyaratan di atas dipenuhi oleh seorang guru, maka materi yang disampaikan kepada murid akan merupakan qoulan baligha, yaitu ucapan yang komunikatif dan efektif.
Surah An-Nahl ayat 125
ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ ١٢٥
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Penjelasa Ayat
Tafsir Al-Jalalain
“Serulah (manusia, wahai Muhammad) ke jalan Rabb-mu (agama-Nya) dengan hikmah (dengan al-Quran) dan nasihat yang baik (nasihat-nasihat atau perkataan yang halus) dan debatlah mereka dengan debat terbaik (debat yang terbaik seperti menyeru manusia kepada Allah SWT dengan ayat-ayat-Nya dan menyeru manusia kepada hujah). Sesungguhnya Rabb-mu, Dialah Yang Mahatahu, yakni Mahatahu tentang siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia Maha tahu atas orang-orang yang mendapatkan petunjuk. Maka Allah membalas mereka. Hal ini terjadi sebelum ada perintah berperang. Ketika Hamzah dibunuh (dicincang dan meninggal dunia pada Perang Uhud)”.
Dari riwayat lain, ayat diatas menjelaskan tentang hubungan antara akidah tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim dahulu dan disempurnakan dengan agama terakhir dengan akidah-akidah menyimpang yang diyakini dan dipegang teguh oleh kaum musyrikin dan kaum Yahudi. Hal itu sebagian dari apa yang terkandung dalam kitab Al-Qur’an ini untuk dijelaskan kepada manusia. Lalu, Rasulullah pun mengambil jalan Nabi Ibrahim dengan mengajak manusia kepada jalam Rabbnya, dakwah kepada tauhid dengan hikmah dan mau’izah hasanah, dan membantah para penentang akidahnya dengan cara yang lebih baik.
Apabila mereka meyakini beliau dan kaum muslimin, maka beliaupun akan membalasnya dengan hal yang serupa. Kecuali kalau beliau mau memaafkan dan bersabar, meskipun mampu untuk membalas dan balasan yang serupa, seraya meyakini bahwa kesudahan yang baik itu untuk orang-orang yang bertaqwa dan berbuat baik. Beliau tidak merasa sedih atas orang-orang yang belum pendapat petunjuk. Dada beliau juga tidak merasa sesak (dongkol) terhadap makar yang diarahkan kepada beliau dan kaum beriman.
Asbabun Nuzul
Para mufasir berbeda pendapat seputar sabab an-nuzul (latar belakang turunnya) ayat ini. Al-Wahidi menerangkan bahwa ayat ini turun setelah Rasulullah saw. menyaksikan jenazah 70 sahabat yang syahid dalam Perang Uhud, termasuk Hamzah, paman Rasulullah. Al-Qurthubi menyatakan bahwa ayat ini turun di Makkah ketika adanya perintah kepada Rasulullah saw, untuk melakukan gencatan senjata (muhadanah) dengan pihak Quraisy. Akan tetapi, Ibn Katsir tidak menjelaskan adanya riwayat yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut.
Relevansi dengan pendidikan
Nilai tarbawiyah yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas menyangkut metode atau cara melakukan dakwah. Ayat tersebut juga mengisyaratkan adanya tiga tipologi manusia dalam kaitannya dengan penyikapan terhadap dakwah dan pendidikan, yaitu:
Mereka yang dengan segala kemampuan nalar dan nuraninya selalu berusaha menemukan kebenaran sejati, untuk mengajak dan mendidik manusia dalam tipe ini cukup dengan metode al-hikmah.
Mereka yang dengan keluguannya atau karena keterbatasan kemampuan berfikirnya selalu menerima taqlid dalam menerima kebenaran. Untuk mengajak dan mendidik mereka ke jalan Allah swt lebih efektif dengan metode al-mau’idhat al-hasanat.
Mereka yang dengan segala kecongkakannya selalu berusaha menetang kebenaran. Bagi manusia dalam kelompok ini cara berdakwah dan memberikan pendidikannya harus dengan cara jadal (adu argumentasi) tetapi dengan cara-cara lunak dan santun.
Ketiga tipologi tersebut akan ditemukan juga dari siswa oleh setiap guru di sekolah. Ada anak yang kritis, yang baru akan menerima dan mengakui sesuatu yang disampaikan guru kalau ia sudah betul-betul memahaminya. Ada juga anak-anak yang selalu menerima apa yang disampaikan gurunya tanpa mau banyak bertanya ini dan itu. Bahkan ada anak-anak yang selalu membangkang terhadap gurunya. Untuk itu menghadapi ketiga tipologi anak tersebut seoran guru harus pandai memilih metode pendidikan yang tepat.
Surah An-Nahl ayat 11-13
يُنۢبِتُ لَكُم بِهِ ٱلزَّرۡعَ وَٱلزَّيۡتُونَ وَٱلنَّخِيلَ وَٱلۡأَعۡنَٰبَ وَمِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَةٗ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ١١ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَۖ وَٱلنُّجُومُ مُسَخَّرَٰتُۢ بِأَمۡرِهِۦٓۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَعۡقِلُونَ ١٢ وَمَا ذَرَأَ لَكُمۡ فِي ٱلۡأَرۡضِ مُخۡتَلِفًا أَلۡوَٰنُهُۥٓۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَةٗ لِّقَوۡمٖ يَذَّكَّرُونَ ١٣
Artinya : Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan. Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami(nya). Dan Dia (menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil pelajaran.
Penjelasan Ayat
Dari ayat diatas menjelaskan tentang hubungan antara akidah tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim dahulu dan disempurnakan dengan agama terakhir dengan akidah-akidah menyimpang yang diyakini dan dipegang teguh oleh kaum musyrikin dan kaum Yahudi. Hal itu sebagian dari apa yang terkandung dalam kitab Al-Qur’an ini untuk dijelaskan kepada manusia. Lalu, Rasulullah pun mengambil jalan Nabi Ibrahim dengan mengajak manusia kepada jalam Rabbnya, dakwah kepada tauhid dengan hikmah dan mau’izah hasanah, dan membantah para penentang akidahnya dengan cara yang lebih baik.
Apabila mereka meyakini beliau dan kaum muslimin, maka beliaupun akan membalasnya dengan hal yang serupa. Kecuali kalau beliau mau memaafkan dan bersabar, meskipun mampu untuk membalas dan balasan yang serupa, seraya meyakini bahwa kesudahan yang baik itu untuk orang-orang yang bertaqwa dan berbuat baik. Beliau tidak merasa sedih atas orang-orang yang belum pendapat petunjuk. Dada beliau juga tidak merasa sesak (dongkol) terhadap makar yang diarahkan kepada beliau dan kaum beriman.
Surah al-A’raf ayat 176-177
وَلَوۡ شِئۡنَالَرَفَعۡنَٰهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُۥٓ أَخۡلَدَ إِلَى ٱلۡأَرۡضِ وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُۚ فَمَثَلُهُۥ كَمَثَلِ ٱلۡكَلۡبِ إِن تَحۡمِلۡ عَلَيۡهِ يَلۡهَثۡ أَوۡ تَتۡرُكۡهُ يَلۡهَثۚ ذَّٰلِكَ مَثَلُ ٱلۡقَوۡمِ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بَِٔايَٰتِنَاۚ فَٱقۡصُصِ ٱلۡقَصَصَ لَعَلَّهُمۡ يَتَفَكَّرُونَ ١٧٦ سَآءَ مَثَلًا ٱلۡقَوۡمُ ٱلَّذِينَ كَذَّبُواْ بَِٔايَٰتِنَا وَأَنفُسَهُمۡ كَانُواْ يَظۡلِمُونَ ١٧٧
Artiny : Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. Amat buruklah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan kepada diri mereka sendirilah mereka berbuat zalim.
Penjelasan Ayat
Kedua ayat ini menguraikan keadaan siapapun yang melepaskan diri dari pengetahuan yang telah dimilikinya. Allah SWT menyatakan bahwa sekiranya Kami menghendaki, pasti Kami menyucikan jiwanya dan meninggikan derajatnya dengannya yakni melalui pengamalannya terhadap ayat-ayat itu, tetapi dia mengekal yakni cenderung menetap terus menerus di dunia menikmati gemerlapnya serta merasa bahagia dan tenang menghadapinya dan menurutkan dengan antusias hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya adalah seperti anjing yang selalu menjulurkan lidahnya.
Kedua ayat diatas juga memberikan perumpamaan orang yang ber pengetahuan, sampai-sampai pengetahuan itu melekat pada dirinya seperti melekatnya kulit pada dagingnya. Namun dia menguliti dirinya dengan melepaskan tuntunan pengetahuannya. Dia diibaratkan seekor anjing yang terengah-engah sambil menjulurkan lidahnya. Biasanya yang terengah-engah adalah yang letih atau kehausan membutuhkan air, tetapi anjing terengah-engah bukan hanya ketika letih ataupun haus, tapi sepanjang hidupnya dia selalu demikian. Sama dengan orang yang memperoleh pengetahuan tetapi terjerumus mengikuti hawa nafsunya. Seharusnya pengetahuan tersebut membentengi dirinya dari perbuatan buruk.
Dari Ayat tersebut juga bisa jadi tinjauan kita menggunakan metode menakut-nakuti dan memikirkan Nikmat ini telah memfokuskan perhatian mereka terhadap apa yang mereka rasakan berupa nikmat ditempatkannya dimuka bumi, dan dijadikannya bumi itu sebagai tempat tinggal mereka yang dilengkapi berbagai pemenuhan kebutuhan pokok dan kesempurnaan manusia.
Asbabun Nuzul
Terdapat riwayat yang mengatakan bahwa dia adalah seorang laki-laki dari bani Israel yang bernama Bal’am bin Ba’ura’. Riwayat lain mengatakan bahwa orang itu adalah seorang laki-laki dari Palestina yang dictator. Riwayat lain juga mengatakan bahwa dia adalah orang Arab yang bernama Umayyah bin Shalt. Adapula riwayat yang mengatakan bahwa dia adalah seseorang yang hidup sezaman dengan masa Rasulullah, yang bernama Amir al-Fasik. Dan, ada pula riwayat yang mengatakan bahwa orang tersebut semasa dengan Nabi Musa a.s. Ada lagi riwayat yang mengatakan bahwa dia hidup sepeninggal Nabi Musa a.s , yaitu sezaman dengan Yusya’ bin Nun yang memerangi para dictator bani Israel sesudah mereka kebingungan dan terkatung-katung di padang pasir selama empat puluh tahun. Yakni, sesudah bani Israel tidak mau memenuhi perintah Allah untuk memasukinya dan berkata kepada Nabi Musa a.s.,”Maka pergilah engkau bersama Tuhanmu, lalu perangilah mereka, sedang kami menunggu di sini.”
Diriwayatkan juga di dalam menafsirkan ayat-ayat yang diberikan kepadanya bahwa ayat-ayat itu adalah nama Allah yang teragung. Orang itu berdo’a dengan menyebutnya, lalu dikabulkan do’anya. Sebagaimana juga ada riwayat yang mengatakan bahwa ayat – ayat itu adalah kitab suci yang diturunkan, sedang dia adalah seorang Nabi. Setelah itu, terdapat keterangan yang berbeda-beda mengenai perincian cerita tersebut.
Relevansi dengan pendidikan
Nilai tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas adalah bahwa Al-Qur’an menyuguhkan Islam sebagai manhaj untuk bergerak. Juga untuk memandu perjalanan manusia langkah demi langkah mendaki puncak tertinggi, sesuai dengan program dan ketentuan-ketentuannya. Di tengah gerak riilnya, Islam membentuk system kehidupan bagi manusia, membangun prinsip-prinsip syariatnya, dan kaidah-kaidah ekonomi, social, dan politik mereka. Kemudian dengan akalnya yang berpedoman pada Islam, manusia menciptakan aturan-aturan hukum fikih, ilmu kealaman, ilmu jiwa, dan semua kebutuhan hidup praktis mereka yang riil. Mereka menciptakannya, sedang di dalam jiwanya terdapat kehangatan dan motivasi akidah, keseriusan melaksanakan syariat dan merealisasikannya, dan kebutuhan-kebutuhan hidup riil dengan arahan – arahannya.
Inilah manhaj Al-Qur’an di dalam membentuk jiwa muslim dan kehidupan islami. Adapun kajian teoritis yang semata-mata hanya kajian, maka yang demikian inilah ilmu yang tidak dapat melindungi pemiliknya dari kecenderungan kepada kehidupan dunia, dorongan hawa nafsu, dan godaan setan. Ilmu bukan semata-mata pengetahuan. Tetapi, semestinya ia dapat menciptakan akidah yang hangat, bersemangat, dan bergerak untuk mengimplementasikan petunjuknya di dalam hati dan di dalam alam kehidupan.
Surah Ibrahim ayat 24-25
أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ ٢٤ تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۢ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ ٢٥
Artinya : Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.
1. Penjelasan Ayat
أَلَمۡ تَرَ كَيۡفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلٗا كَلِمَةٗ طَيِّبَةٗ كَشَجَرَةٖ طَيِّبَةٍ أَصۡلُهَا ثَابِتٞ وَفَرۡعُهَا فِي ٱلسَّمَآءِ ٢٤
Perumpamaan yang disebutkan dalam ayat ini, ialah perumpamaan mengenai kata-kata ucapan yang baik, misalnya kata-kata yang mengandung ajaran tauhid, seperti “La ilaha illallah” atau kata-kata lain yang mengajak manusia kepada kebajikan dan mencegah mereka dari kemungkaran; kata-kata semacam itu diumpamakan sebagai pohon yang baik, akarnya teguh menghujam ke bumi, dan dahannya rimbun menjulang ke langit. Pohon yang baik itu dalam peradaban Indonesia digambarkan “akarnya tempat bersila,batangnya tempat bersandar, daunnya tempat bernaung, dan buahnya lezat dimakan”. Yang berarti memberikan manfaat yang banyak.
Agama Islam mengajarkan kepada umatnya, agar membiasakan diri menggunakan ucapan yang baik, yang berfaedah bagi dirinya, dan bermanfaat bagi orang lain. Ucapan seseorang menunjukan watak dan kepribadiannya serta adab dan sopan santunnya. Sebaliknya, setiap muslim harus menjauhi ucapan dan kata-kata yang jorok, yang dapat menimbulkan kemarahan, kebencian, permusuhan dan menyinggung perasaan atau menimbulkan rasa jijik bagi yang mendengarnya.
تُؤۡتِيٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينِۢ بِإِذۡنِ رَبِّهَاۗ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمۡ يَتَذَكَّرُونَ ٢٥
Dalam ayat ini digambarkan, bahwa pohon yang baik itu selalu memberikan buahnya pada setiap manusia, dengan seizin Tuhannya. Sebab itu manusia yang mengambil manfaat dari pohon itu hendaklah bersyukur kepada Allah, karena pada hakikatnya, bahwa pohon itu adalah rahmat dan nikmat dari Allah SWT.
Demikian pula halnya kata-kata yang baik yang kita ucapkan kepada orang lain, misalnya dalam memberikan ilmu pengetahuan yang berguna, manfaatnya akan didapat oleh orang banyak. Dan setiap orang yang memperoleh ilmu pengetahuan dari seorang guru haruslah bersyukur kepada Allah karena pada hakikatnya ilmu pengetahuan yang telah diperolehnya melalui seseorang adalah karunia dan rahmat dari Allah SWT.
Seperti halnya seorang Ibu dan Ayah dalam rumah tangga haruslah senantiasa mempergunakan kata-kata yang baik dan sopan, serta menjauhi ucapan-ucapan yang kotor dan kasar, karena ucapan-ucapan itu akan ditiru oleh anak-anak mereka.
Asbabun Nuzul
Demi Allah telah terlintas dalam benakku bahwa yang dimaksud adalah pohon kurma. “Beliau berkata, “Mengapa engkau tidak menyampaikannya?” Aku menjawab: “Aku tidak melihat seorangpun berbicara, maka akupun segera berbicara”. ‘Umar ra. Berkata, “Seandainya engkau menyampaikannya maka sungguh itu lebih kusukai dari ini dan itu”. (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi dan lain-lain).
Berdasar satu riwayat yang menyatakan (‘Abdullah) putra ‘Umar ra. Berkata, bahwa suatu ketika kami berada di sekeliling Rasulullah saw, lalu beliau bersabda, “Beritahulah aku tentang sebuah pohon yang serupa dengan seorang muslim, memberikan buahnya pada setiap musim! “Putra ‘Umar berkata, “Terlintas dalam benakku bahwa pohon itu adalah pohon kurma, tetapi aku lihat Abu Bakar dan Umar tidak berbicara, maka aku segan berbicara”. Dan seketika Rasulullah saw tidak mendengar jawaban dari hadirin, beliau barsabda, “Pohon itu adalah pohon kurma”. Setelah selesai pertemuan dengan Rasulullah saw itu, aku berkata kepada (ayahku) ‘Umar: “Hai Ayahku!”
Relevansi dengan pendidikan
Nilai tarbawy yang dapat diambil dari ayat tersebut di atas adalah bahwa perumpamaan adalah salah satu metode yang dapat diterapkan dalam proses pendidikan dan pengajaran. Melalui ungkapan-ungkapan pemisalan, anak didik akan mudah memahami materi pelajaran dan akan lebih termotivasi untuk melakukan karya-karya nyata dan positif. Gambaran perumpamaan pada ayat di atas tentang pohon bagus yang akarnya kokoh menancap ke dasar bumi dan cabangnya menjulang ke angkasa untuk sebuah kalimah thayyibah, bertujuan agar obyek yang diajak bicara lebih mudah memahami pentingnya memiliki prinsip tauhid yang kuat dalam menempuh perjalanan kehidupan di dunia ini.
Surah al-Ankabut ayat 46
۞وَلَا تُجَٰدِلُوٓاْ أَهۡلَ ٱلۡكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُواْ مِنۡهُمۡۖ وَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا بِٱلَّذِيٓ أُنزِلَ إِلَيۡنَا وَأُنزِلَ إِلَيۡكُمۡ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمۡ وَٰحِدٞ وَنَحۡنُ لَهُۥ مُسۡلِمُونَ ٤٦
Artinya : Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan katakanlah: "Kami telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya kepada-Nya berserah diri".
Penjelasan Ayat
Maka pada ayat ini diterapkan cara berdebat dan memahami ahli kitab, serta menerapkan sikap mereka terhadap dakwah itu dan terhadap Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sesungguhnya ajaran tentang ke-Esa-an Allah, yang merupakan azaz risalah yang dibawa para Nabi dan Rasul sejak dahulu kala sampai kepada risalah Nabi dan Rasul terakhir, yaitu Nabi Muhammad SAW berasal dari sumber yang satu, yaitu dari Allah Maha Pencipta, dan tujuannya adalah satu pula, yaitu memberi petunjuk kepada manusia dan mengembalikan mereka dari jalan yang sesat ke jalan yang lurus, serta untuk mendidik mereka agar selalu mengikuti ajaran-ajaran Allah, sehingga mereka hidup berbahagia di dunia dan di akhirat nanti. Allah SWT juga menetapkan bahwa setiap orang yang telah mengikuti risalah Nabi dan Rasul yang diutus kepada mereka, masing-masing mereka adalah manusia yang lebih mulia dari yang lain, karena mereka adalah umat yang satu sama-sama menyembah Tuhan yang satu, Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta.
Berdasarkan hal yang tersebut di atas maka manusia pada setiap kurun, masa dan generasi dapat dibagi kepada dua golongan, yaitu:
Golongan mukmin yang merupakan pendukung agama Allah.
Golongan kafir yang merupakan penentang agama Allah dan termasuk pengikut syetan.
Allah SWT membari petunjuk kepada Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin tentang materi dakwah dan cara menghadapi Ahli Kitab itu adalah karena orang Ahli Kitab tidak menerima seruan Nabi Muhammad yang disampaikan kepada mereka. Ketika Rasulullah SAW menyampaikan kepada mereka kalam Ilahi, kebanyakan dari mereka mendustakannya, hanya sedikit sekali diantara mereka yang memerimanya. Padahal mereka telah mengetahui Muhammad dan ajaran yang dibawanya.
Selanjunya Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin diperingatkan Allah, bahwa jika orang-orang Ahli Kitab mengajak kaum muslimin memperbincangkan kitab suci mereka, dan memberitahukan kepadanya apa yang patut dibenarkan dan apa yang patut ditolak, sedang kamu sekalian megetahui keadaan mereka itu, maka katakanlah kepada mereka: “ Kami percaya kepada Al-Qur’an yang telah diturunkan kepada kami dan kami juga percaya kepada Taurat dan Injil yang telah diturunkan kepadamu. Yang kami sembah dan yang kamu sembah, sebenarnya adalah sama, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, karena itu marilah kita bersama-sama tunduk dan patuh kepada-Nya dan marilah kita sama-sama melaksanakan perintah-perintah Allah dan menghentikan larangan-larangan-Nya.
BAB III
PENUTUP
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam memiliki kemuliaan yang dipelihara oleh Allah dan memiliki fungsi yang begitu besar dalam mengatur tatacara hidup manusia dimana termasuk di dalamnya mengenai metode pengajaran.
Di dalam Al-Qur’an banyak terkandung ayat-ayat yang menjelaskan ataupun menerangkan tentang konsep Metode pengajaran kepada umat manusia diantaranya yang terdapat pada surat Al-Maidah ayat 67, surat An-Nahl ayat 125, surat Al-A’raaf 176-177, serta surat Ibrahim ayat 24-25.
Metode Pengajaran sangat kita perlukan untuk dapat memiliki dan memanajemeni pengetahuan (knowledge management), menjadi manusia yang unggul.
Segala panduan terhadap aturan hidup dan kehidupan antara manusia dengan Tuhan, alam, masyarakat serta dirinya sendiri tersurat di dalam Al-Qur’an. Siapa saja yang mendekati sumber hidayah ini, Insya Allah akan tersentuh dengan petunjuk-Nya dan siapa yang tidak mendekatinya akan jauh dari hidayahnya.
Surat Al-Maidah ayat 67 :
Dalam ayat di atas menjelaskan bahwa kita selaku umat nabi Muhammad S.A.W harus meniru dan mensuri tauladani akhlak nabi Muhammad s.a.w, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Bagi keluarga dan orang tua hendaklah mendidik anaknya dengan cara meniru akhlak rosululloh sehingga terciptalah norma-norma islam dan kepribadian dalam diri anak tersebut. Dalam ayat ini menggunakan metode suri tauladan dalam ruang lingkup pendidikan.
Surat Al-A’raf ayat 176-177
Dalam ayat tersebut diterangkan bahwa bagi orang-orang yang mengamalkan ayat-ayat Allah akan di tinggikan derajatnya, dan apabila bagi orang-orang yang tidak mengamalkan ayat-ayat Allah karena cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa narfsunya. maka Allah tidak akan memberikan hidayah baginya.Orang yang seperti itu diumpamakan seperti seekor anjing apabila dihalau ia mengululurkan lidahnya dan apablia dibiarkan ia mengulurkan lidahnya pula. Begitu hinanya orang yang tidak mengamalkan ayat-ayat Allah sehingga Allah akan memberikan peringatan kepada orang yang demikian itu. Dalam ayat ini menggunakan metode cerita dalam ruang lingkup pendidikan.
Surat Ibrahim ayat 24-25
Ayat tersebut di atas memberikan gambaran kepada kita untuk merenungi dan mentafakuri ciptaan Allah agar dapat diambil hikmah dan pelajarannya. Seperti ayat-ayat Allah yang memiliki kandungan-kandungan makna yang tersirat. Dan metode pengajaran dalam ayat ini adalah kontemplasi.
Surat An-Nahl ayat 125
Dalam ayat di atas terdapat beberapa metode pengajaran, yaitu :
a. Metode hikmah (pelajaran).
b. Metode nasihat yang baik
c. Metode bantahan yang baik dan perkataan yang lemah lembut
Daftar Pustaka
Quraish Shihab,M. 2006. Tafsir Al-Misbah. Lentera Hati: Jakarta
http://stitattaqwa.blogspot.com/2011/08/metode-pendidikan-dalam-kajian-tafsir.html diakses tgl 1-3-2015 pukul 8:26
https://alfanarku.wordpress.com/2012/06/12/benarkah-al-maidah67-diturunkan-sebagai-dalil-penunjukkan-ali-radhiyallahu-anhu/ diakses tgl 28-02-2015 pukul 23:37
http://roeslihamzah.blogspot.com/2012/07/metode-pengajaran-dalam-al-quran.html diakses tgl 1-3-2015 pukul 15:00
http://zhachiicweety.blogspot.com/2012/11/makalah-tafsir-surah-al-maidah-ayat-67.html diakses tagl 28-02-2015 pukul 17:25
http://czifa24.blogspot.com/2012/12/tafsir-tarbawy-metode-pendidikan.html diakses tgl 28-02-2015 pukul 17:36
http://tokwae.blogspot.com/2013/01/asbabun-nuzul-ayat-67-surah-al-maidah.html diakses tgl 1-3-2015 pukul 9:04
http://grabalong.blogspot.co.id/2015/03/ayat-ayat-tentang-metode-pendidikan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar